Ada Kontra soal Vonis Mati Herry Wirawan, Ahli: 13 Korban Itu, Mereka Sudah Mati sebelum Meninggal
Dalam kontra itu, mereka menilai vonis tersebut tidak memberikan efek jera hingga bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
TRIBUNPAPUABARAT.COM - Herry Wirawan (36), pelaku pemerkosaan terhadap 13 santriwati hingga 8 di antaranya hamil, divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung pada Senin (4/4/2022).
Namun, dua lembaga pemerintah, Komnas HAM dan Komnas Perempuan tidak menyetujui vonis mati terhadap Herry.
Dalam kontra itu, mereka menilai vonis tersebut tidak memberikan efek jera hingga bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Baca juga: Viral Video Diduga Polisi Berkata Kasar saat Tilang Ojol di Jakbar, Sempat Dorong Kepala Korban
Selain itu, penolakan hukuman mati juga disampaikan oleh Insititute for Criminal Justice Reform (ICJR).
Menurut ICJR, vonis mati menunjukkan fokus negara yang justru kepada pembalasan terhadap pelaku, alih-alih membantu proses pemulihan korban.
Di sisi lain, pihak keluarga korban turut berbahagia dan sangat puas atas vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim.
Menanggapi hal ini, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Akhiar Salmi menyayangkan adanya penolakan vonis mati terhadap Herry Wirawan.
Ia pun mempertanyakan alasan penolakan vonis mati terhadap Herry karena tidak akan memberikan efek jera.
Sebab, menurutnya, hukuman apapun tidak bisa menjerakan seseorang untuk melakukan tindak pidana.
"Kalau masalah penjeraan, tidak ada satu pun hukuman di dunia ini yang bisa menjerakan seseorang untuk melakukan tindak pidana."
"Jadi menurut saya itu ilusi kalau ada hukuman yang bisa diciptakan untuk membuat orang jera."
"Secara konsep, berat ringannya suatu hukuman yang diberikan tergantung dari dampak atau akibat dari perbuatannya," ujar Akhiar, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Rabu (6/4/2022).
Baca juga: Kronologi Pemuda di Kepri Aniaya Ayah Kekasih, Tak Terima Diminta Pulang saat Apel Pacar
Sementara, terkait vonis mati yang bertentangan dengan HAM, Akhiar menilai penjatuhan vonis tersebut sudah ada dalam UUD.
Menurutnya, proses pembentukan Undang-Undang sudah ditinjau dan dipertimbangkan dari segala aspek, termasuk HAM.
"Dalam Pasal 81 Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kalau (kekerasan seksual) dilakukan oleh seorang guru, korban lebih dari 1 orang, itu dimungkinkan hukuman mati."
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papuabarat/foto/bank/originals/Herry-Wirawan.jpg)