Kisah Pater Bernard Baru, Dirikan Sekolah Adat Fenia Meroah untuk Perempuan Papua Barat Berdikari
Dilatarbelakangi kesadaran Pater Bernard Baru, OSA bahwa suara perempuan adat akan semakin lantang ketika dirinya berdikari.
Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Haryanto
Pertarungan melawan para investor 'nakal' dan oknum pendukungnya, dijalani perempuan adat secara advokasi pasca terjun ke sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Sementara itu, Pater Bernard Baru, OSA menyebutkan, tak ada kurikulum khusus yang digunakan dalam Fenia Meroah.
Aktivitas belajar para perempuan adat melalui diskusi interaktif, rekoleksi, kemah rohani dan rutin membedah film dokumenter tentang ekologi dan masyarakat adat.
"Karena bicara ekologi berarti bicara masyarakat adat. Kalau terjadi kerusakan lingkungan, maka jelas mengganggu kehidupan masyarakat adat," papar lulusan doktor antropologi teologi dari Universitas Urbaniana, Roma.
Baca juga: Kulit Kayu Tak Hanya Jadi Noken, Mama Papua Anna Mote Pamer Kreasi Lain di KMAN VI, Sita Perhatian
Imam Katolik itu berpandangan, peran perempuan adat kian krusial di tengah gempuran investor di wilayah hutan adat Papua Barat.
Berdalih meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat, terselubung niat para investor untuk mengekploitasi keanekaragaman hayatinya.
Dia mencontohkan, perusahaan sawit di Kabupaten Sorong (Tanah Moi) yang merambah hutan untuk alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Ratusan bahkan ribuan pohon jenis kayu besi pun terpaksa harus ditebang.
"Kayu besi itu juga diambil mereka untuk dijual ke pabrik kayu," tambahnya.
Hal yang sama terjadi berulang-ulang, sambung dia, sehingga masyarakat adat pemilik hak ulayat kian termarjinalkan.
"Perempuan adat ini yang kita harapkan bisa melatih masyarakat adat supaya tidak cepat termakan bujuk rayu investor," tutup Pater Bernard Baru, OSA.
(*)