Berita Kaimana
Peneliti Temukan Kehidupan Paus Pembunuh di Kawasan Bagan Apung di Kaimana
"Mereka sering terlihat memakan ikan teri yang berada di luar jaring bagan pada pagi hari. Sementara itu, spesies lain terlihat lebih jarang,"
Penulis: Arfat Jempot | Editor: Libertus Manik Allo
Maka itu, spesies ini jarang ditemukan di Indonesia, termasuk di habitat penting mamalia laut Kaimana.
Spesies-spesies itupun, kata Iqbal, telah masuk ke dalam kategori Daftar Merah Spesies Terancam Punah IUCN (International Union for Conservation of Nature) sebagai "Risiko Rendah" (dua spesies), "Data Kurang" (satu spesies), "Hampir Terancam" (satu spesies), dan "Rentan" (satu spesies).
Iqbal menjelaskan secara spesifik, selama kurun waktu penelitian, spesies yang paling sering terlihat adalah lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dengan 130 kali kemunculan yang mencakup 49,62 persen dari seluruh pengamatan cetacea, serta 2.612 individu yang tercatat atau 72,96?ri total individu yang diamati.
Namun, dikarenakan studi tidak menggunakan metode identifikasi fotografi, maka studi lebih lanjut diperlukan untuk mengestimasi populasi lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik agar lebih akurat.
Lebih lanjut, Iqbal menilai bahwa dari penelitian kali ini terungkap bahwa Kaimana tidak hanya penting sebagai wilayah agregasi dan aktivitas makan cetacea.
Tetapi juga berpotensi memenuhi kriteria tambahan IMMA yaitu keberadaan populasi kecil dan tetap dari tiga spesies tersebut yakni lumba-lumba bungkuk Australia, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dan paus Bryde, yang belum terdokumentasi pada penilaian sebelumnya.
Lebih lanjut, Iqbal menilai, pemerintah provinsi Papua Barat perlu memastikan langkah-langkah pengelolaan perikanan di kawasan tersebut, mengingat sebagian besar interaksi antara perikanan bagan dan cetacea ini terjadi di luar Kawasan Konservasi Perairan (Marine Protected Area) Kaimana.
“Pemerintah lokal harus dapat memastikan keberlanjutan stok ikan teri, yang tidak hanya penting bagi masyarakat dan industri perikanan tangkap, tetapi juga sebagai sumber makanan bagi populasi paus Bryde, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, dan lumba-lumba bungkuk Australia," tuturnya.
"Saat ini, informasi tentang penilaian stok ikan teri di Kaimana sangat terbatas. Kami merekomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penilaian stok ikan teri guna memahami sejauh mana tingkat pemanfaatan terjadi di wilayah ini, yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk langkah-langkah pengelolaan perikanan,” sambungnya.
Sementara tim lapangan Konservasi Indonesia yang melakukan pengamatan dalam studi tersebut, Yance Malaiholo mengatakan dalam penelitian itu pihaknya melakukan pengamatan dari pagi hingga sore hari, bertepatan dengan waktu operasi bagan.
"Ketika hasil tangkapan melimpah, beberapa jaring dibiarkan tetap terendam, dan menarik perhatian cetacea serta hiu paus. Selama penelitian, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik juga menjadi spesies yang paling sering terlihat, terutama di depan kota Kaimana, dibandingkan wilayah lain seperti Teluk Bicari, Namatota, atau Teluk Triton," jelas Yance.
Vice President Marine Program Conservation International, Mark Erdmann, menegaskan bahwa penelitian ini merupakan studi pertama di Asia yang menggunakan bagan sebagai platform untuk pengamatan cetacea, dengan tujuan memberikan wawasan tentang keragaman spesies cetacea, perilaku makan, variasi pengamatan, dan frekuensi kemunculan.
Dia menyebut, para peneliti menyadari bahwa mengandalkan bagan sebagai platform pengamatan dapat menyebabkan bias dalam beberapa aspek ekologi cetaceayang dibahas dalam penelitian ini.
“Misalnya, keragaman spesies yang mungkin kurang terwakili karena pengamatan terbatas pada lokasi tempat perikanan bagan beroperasi, yang sebagian besar berada di wilayah pesisir, sehingga berpotensi melupakan spesies yang tinggal di laut dalam," ungkapnya.
Selain itu, kondisi cuaca buruk yang membatasi aktivitas perikanan juga membatasi upaya survei, yang mengakibatkan pemahaman yang belum lengkap tentang pola waktu keberadaan cetacea. Oleh karena itu, pola-pola ini harus diinterpretasikan secara spesifik sebagai interaksi cetacea dengan bagan.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papuabarat/foto/bank/originals/paus-orcha.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.