Filep Wamafma Soroti Hilangnya Luasan Hutan di Merauke Papua Selatan
DR Wamafma mengkritik kurangnya komunikasi yang baik antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat.
Penulis: Matius Pilamo Siep | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Papua Barat, DR Filep Wamafma, kembali menyoroti masalah hilangnya luasan lahan hutan di Merauke, Papua Selatan.
DR Wamafma menyatakan bahwa hilangnya setengah luas hutan di Merauke yang setara dengan luas Jakarta ini menjadi perhatian serius.
"Hutan di Merauke sangat penting, dan masyarakat adat yang memiliki hak ulayat seharusnya terlibat dalam setiap keputusan untuk membuka lahan bagi perusahaan," kata DR Wamafma saat diwawancarai sejumlah wartawan di Manokwari, Papua Barat, Senin (25/3/2025).
Baca juga: Smelter Freeport di Gresik Jawa Timur, Filep Wamafma Minta Rekrut Tenaga Kerja Wajib Utamakan OAP
Baca juga: Dinamika Pengelolaan Hutan Tropis Papua: Keadilan dan Keterlibatan Masyarakat Lokal Harus Diutamakan
Menurutnya, jika masyarakat adat menolak, maka hal itu merupakan bagian dari aspirasi yang harus didengar dan dihormati.
DR Wamafma juga mengungkapkan bahwa kebijakan-kebijakan nasional yang dicanangkan dari pusat ke daerah sering kali tidak memperhatikan keterlibatan masyarakat adat.
"Ini merupakan program-program nasional yang dicanangkan dari pusat ke daerah-daerah. Inilah yang menjadi awal konflik antara masyarakat adat dan pemerintah pusat," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah dan perusahaan harus memperhatikan kelestarian sumber daya alam di daerah tersebut, mengingat masyarakat adat Papua hidup sangat bergantung pada hutan yang sudah menghidupi mereka selama berabad-abad.
Masyarakat adat Papua, menurut DR Wamafma, sangat merasa terancam jika hutan mereka digusur untuk dijadikan lahan perkebunan seperti sawit, jagung dan padi.
Mereka menganggap tindakan tersebut sama halnya dengan membunuh kehidupan mereka dan merusak kelangsungan hidup generasi mendatang.
"Masyarakat adat menganggap bahwa jika hutan digusur habis dan diganti dengan sawit atau jenis tanaman lainnya, itu sama halnya dengan membunuh kehidupan mereka untuk generasi yang akan datang," jelasnya.
Oleh karena itu, DR Wamafma menekankan bahwa dalam perencanaan pengelolaan sumber daya alam di Papua, masyarakat adat dan pemerintah daerah harus dilibatkan sejak awal.
Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak.
"Seharusnya, sejak awal perencanaannya, masyarakat adat dan pemerintah daerah harus dilibatkan dalam proses ini agar kebijakan tersebut bisa diterima oleh semua pihak," kata DR Wamafma.
Meski tujuan dari kebijakan tersebut baik, DR Wamafma mengkritik kurangnya komunikasi yang baik antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat.
"Mekanisme komunikasi kita yang kurang bagus. Banyak perusahaan yang menganggap masyarakat adat itu musuh atau lawan, padahal itu keliru. Masyarakat adat seharusnya dianggap sebagai sahabat dan mitra yang perlu dirangkul dan dikolaborasikan bersama-sama," ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.