Plt Ketua DAP Wilayah III Domberai Serukan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Markus Waran menyebut penetapan Hari Masyarakat Adat Internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukanlah tanpa alasan. 

TribunPapuaBarat.com/Matius Pilamo Siep
DEWAN ADAT - Pelaksana Tugas Ketua Dewan Adat Papua (Plt DAP) Wilayah III Domberai, Markus Waran, di Kantor DAP Wilayah III Domberai, Manokwari, Papua Barat, Jumat (8/8/2025). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Pelaksana Tugas Ketua Dewan Adat Papua (Plt DAP) Wilayah III Domberai, Markus Waran, mengapresiasi parade budaya untuk memperingati Hari Masyarakat Adat Internasional pada pada 9 Agustus 2025. 

Menurutnya, kegiatan ini menjadi pengingat penting atas martabat dan jati diri orang Papua sebagai bagian dari masyarakat adat.

“Parade budaya ini bukan sekadar seremonial. Ini adalah bentuk nyata mengingatkan kita semua pada harkat dan martabat orang Papua sebagai anak adat,” katanya saat ditemui di Kantor DAP Wilayah III Domberai, Manokwari, Papua Barat, Jumat (8/8/2025).

Ia menyebut penetapan Hari Masyarakat Adat Internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bukanlah tanpa alasan. 

Hari tersebut bertujuan untuk menguatkan kembali pengakuan atas hak-hak masyarakat adat yang kerap terpinggirkan dalam berbagai aspek pembangunan.

Mantan bupati Manokwari Selatan itu mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam melaksanakan program pembangunan. 

Baca juga: 21 UMKM Ramaikan Parade Budaya, Butuh Tempat Representatif

 

Menurut Markus Waran, sudah ada sejumlah daerah di Papua yang mengalami dampak buruk dari pembangunan yang tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan.

“Pembangunan itu penting, tapi jangan sampai merusak ekosistem. Jangan hanya menebang pohon dan menggali tambang tanpa memperhatikan dampaknya,” katanya.

Ia mengkritik kebijakan pemerintah daerah yang masih memberikan izin kepada perusahaan tambang atau proyek lain meski izin tersebut telah habis masa berlakunya.

“Ini sama saja dengan membangkitkan orang yang sudah mati. Negara ini bukan negara sulap,” ujar Markus Waran.

Lebih lanjut, Markus menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat adat dalam setiap kebijakan pembangunan. 

Ia meminta agar pemerintah dan investor tidak datang seperti “pencuri”, melainkan membuka ruang dialog yang jujur dan setara dengan pemilik tanah adat.

Baca juga: 21 UMKM Ramaikan Parade Budaya, Butuh Tempat Representatif

“Kalau memang ingin membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, datanglah dan berbicara baik-baik dengan masyarakat adat. Jangan seolah-olah ini tanah kosong,” kata Markus Waran.

Ia menegaskan bahwa semua tanah di Papua memiliki pemilik adat yang telah mewarisinya secara turun-temurun dari leluhur.

“Tidak ada tanah negara di Papua. Semua tanah ini adalah tanah adat milik suku-suku di tujuh wilayah adat. Jadi jangan sembarangan klaim,” ujarnya.

Ia mengajak masyarakat adat dari Sorong hingga Merauke untuk bersatu dan menjaga hak-hak adat yang telah diwariskan sejak dahulu kala.

“Kita boleh berbeda-beda, tapi kita tetap satu sebagai anak adat. Mari kita jaga hak-hak kita bersama,” kata Markus Waran.

Markus pun meminta gubernur, bupati, dan seluruh aparat pemerintahan untuk bekomitmen melindungi hak masyarakat adat, bukan justru membuka jalan masuk bagi investor tanpa mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat lokal.

“Kalau ada persoalan, mari kita duduk bersama dan bicara baik-baik. Masyarakat adat siap berdialog asalkan dilakukan dengan hormat dan terbuka,” ujar Markus Waran.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved