IGI Papua Barat Kecam Putusan MA: Kriminalisasi Guru SMAN 1 Luwu Utara

Menurut Chandra Sri Ubayanti, inisiatif dua guru SMAN 1 Luwu Utara bukan pungutan liar karena kesepakatan Rapat Komite Sekolah.

Istimewa
PUTUSAN MA - Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Papua Barat, Chandra Sri Ubayanti, saat diwawancarai TribunPapuaBarat.com di Fakfak Papua Barat, Kamis (13/11/2025). Ia mengatakan IGI Papua Barat mengecam MA yang memvonis bersalah terhadap dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, FAKFAK - Ikatan Guru Indonesia (IGI) wilayah Papua Barat mengecam keras putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara di Sulawesi Selatan, Rasnal.

Dalam putusan MA, Rasnal dihukum 1 tahun penjara dan pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat (PTDH) sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Mengutip Kompas.com, Rasnal dan wakil kepala sekolah, Abdul Muis, bersama Komite Sekolah menyepakati iuran sukarela Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa.

Dana kolektif itu untuk membantu guru honorer yang tak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik). 

Niat kedua guru ini justru membawa mereka ke pengadilan hingga divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.

Upaya mereka untuk dianggap sebagai pungutan liar (pungli).

Baca juga: PPG untuk Guru di Daerah Khusus Resmi Dibuka di Teluk Bintuni

 

Ketua IGI Papua Barat, Chandra Sri Ubayanti, mengatakan putusan Mahkamah Agung tersebut sebagai bentuk kriminalisasi.

"(Kecaman IGI) Ini lebih dari sekadar bentuk rasa solidaritas sesama guru, tapi empati mendalam dari sisi kemanusiaan," katanya kepada TribunPapuaBarat.com di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Kamis (13/11/2025). 

Protes IGI terhadap putusan MA ini, ucapnya, diinisiasi oleh Ketwil IGI Sulawesi Barat, Sutikno, dan Ketwil IGI Sulsel, Arfiany Babay.

Menurut Chandra Sri Ubayanti, inisiatif Rasnal dan Abdul Muis itu bukan pungutan liar karena disepakati orang tua siswa melalui Rapat Komite Sekolah.

Ia mengatakan kesepakatan itu adalah solusi darurat untuk membayar gaji 10 guru honorer yang tertunggak 10 bulan. Mereka tak terdaftar di Dapodik.

"Forum 14 Ketwil IGI menegaskan keputusan berbasis musyawarah -dana dikumpulkan melalui keputusan resmi, terbuka, dan disepakati bersama Komite Sekolah- menunjukkan transparansi dan tanggung jawab kolektif," ujar Chandra.

Baca juga: SLB Negeri Terpadu Kaimana Kekurangan Guru dan Terapis untuk Anak Autis

Tidak Ada Keuntungan Pribadi

Chandra menyebut, dalam fakta persidangan, tidak ada keuntungan pribadi atau korupsi yang kedua guru SMAN 1 Luwu Utara tersebut.

"Kami menilai keadilan yang terampas dan dampak buruk karena keputusan MA yang membalikkan vonis bebas di Pengadilan Tipikor."

"Hukuman satu tahun kurungan merupakan pukulan telak bagi keadilan dan melukai nurani dunia pendidikan," kata Chandra Sri Ubayanti.

Sanksi pemecatan dari PNS, ujarnya, merupakan upaya penghancuran karir dan pengabdian seorang pendidik.

Kasus ini diklaim IGI Papua Barat menjadi cerminan betapa rapuhnya perlindungan hukum bagi pendidik di Indonesia.

Kriminalisasi ini, ucapnya, akan menciptakan rasa takut bagi kepala sekolah dan guru untuk berinisiatif dan bertindak demi kebaikan siswa dan guru.

Baca juga: Malam Apresiasi BGTK Papua Barat: Terima Kasih Guru di Pelosok yang Bekerja Dalam Diam

Tuntutan Forum 14 Ketwil IGI

Merespons putusan MA terhadap Rasnal dan Abdul Muis, IGI Papua Barat bersama Forum 14 Ketwil Ikatan Guru Indonesia menuntut beberapa hal:

  • Mendesak adanya peninjauan kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung agar kebenaran dan keadilan sejati dapat ditegakkan kembali.
  • Menuntut Pemerintah Provinsi terkait untuk segera membatalkan SK PTDH dan memulihkan hak-hak kepegawaian Rasnal dan Abdul Muis sebagai bentuk pengakuan atas pengabdian dan itikad baiknya.
  • Mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta instansi terkait untuk membuat regulasi yang jelas dan kuat guna menjamin perlindungan hukum bagi para pendidik, terutama dalam mengatasi kekosongan kebijakan pendanaan guru honorer di luar skema BOS.
  • IGI akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan mutlak diperoleh. "Kami percaya, pengabdian tulus seorang pendidik tidak pantas dibalas dengan jerat pidana," ujar Chandra Sri Ubayanti.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved