Pidato Lengkap Ridwan Kamil di Pemakaman Eril: Dalam Pulangnya, Masih Mendatangkan Cinta
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selaku ayah dari Eril mengungkapkan rasa kehilangan yang mendalam atas kepergian anaknya.
TRIBUNPAPUABARAT.COM - Ribuan orang secara langsung melepas Emmeril Kahn Mumtadz (Eril) di tempat peristirahatan terakhirnya, di Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (13/6/2022).
Pada moment itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selaku ayah dari Eril mengungkapkan rasa kehilangan yang mendalam atas kepergian anaknya.
Emil, sapaan Ridwan Kamil mengatakan bahwa 14 hari pencarian Eril merupakan saat-saat yang sangat berat untuk keluarganya.
Baca juga: Mereka yang Turut Mengiringi Kepergian Jenazah Eril: Kami Tidak Kenal, tapi Merasa Kehilangan
Berikut ini pidato lengkap Emil saat pemakaman Eril:
Tidak ada satu pun daun yang jatuh, ranting yang patah, kecuali atas izin dan kehendak Allah SWT.
Atas nama keluarga almarhum Emmeril Kahn Mumtadz, saya yang pertama menghaturkan terima kasih kepadak Bapak Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Kiai Maruf Amin,
kepada para menteri kabinet, kepala daerah, Forkopimda Jawa Barat dan Kabupaten Bandung,
kepada keluarga, sanak suadara kami yang hadir dan mendoakan.
Sahabat-sahabat Eril, sahabat kami, para alim ulama, tokoh masyarakat, dan seluruh hadirin yang mendoakan.
Selama 14 hari Allah memberikan waktu kepada kita untuk bertafakur. Selama 14 hari Allah memberikan petunjuk kepada kita untuk mengambil pelajaran dari apa yang kita lihat, dengar, dan doakan.
Eril diiringi oleh jutaan doa. Ada bekal yang Eril sudah lakukan yaitu kebaikan-kebaikannya.
Iznkan saya sampaikan sepenggal rasa cinta, siapa itu Eril, dan apa himah dari kepergian Eril:
14 hari bisa teras pendek dalam hidup rutin yang sehari-hari. Tapi 14 hari ini jadi begitu panjang dalam kehidupan kami.
Kami bertanya-tanya, mengapa harus selama ini ya Allah, mengapa tidak lebih cepat agar semua lekas berlalu, supaya kami yang hidup tidak terlalu lama mengharu biru.
Tapi waktu adalah rahasia Allah yang muskil bisa dipecahkan apalagi menyangkut tentang kelahiran dan kematian.
Waktu adalah relatif, begitulah kata-kata orang yang arif dan akhirnya kami menerimanya dengan hati yang lapang, sebab kami bisa menemukan banyak sekali petunjuk yang terang.
Dalam rentang 14 hari yang sejujurnya sangat melelahkan, namun kami dapat banyak pelajaran dan menerima kearifan.
Tentang hidup Eril yang secara kasat mata rasanya terlalu singkat, tapi setelah dicermati ternyata kehidupannya sangat padat penuh manfat.
23 tahun mungkin belum cukup untuk menghasilkan karya-karya yang besar, tapi terbukti memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar.
Kami belajar tentang hidup yang tidak semata-mata terdiri atas lamanya hari, tapi tiap hela napas yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-sehari.
Kami mengikhlaskan Eril pergi karena kami menyadari bahwa Allah telah mencukupkan seluruh amalnya untuk menutupi kemungkinan bertambah kehilapannya.
Mungkin akan berat, tapi kami sudah menyiapkan hati kalau kami tidak akan lagi melihat jasadnya untuk terakhir kali.
Bukankah Eril lahir di New York yang berada jah di seberang. Kenapa tidak jika dia wafat di Swiss yang jauhnya tidak berbilang. Bukankah tiap sejengkal tanah adalah milik Allah, yang menentukan segala yang pergi dan pulang.
Luncuran doa yang dipanjatkan dari berbagai penjuru negeri adalah limpahan pertanda yang lebih dari cukup bagi kami untuk yakin barangkali Allah memang yang menghendaki kepulangannya disambut baik oleh langit dan bumi.
Bagaimana mungkin kami tidak merasa dilimpahi oleh rahmat dan kurnia. Saat jenazah yang terbaring ini berada di air berhari-hari masih utuh lagi sempurna.
Itu lah salah satu keyakinan kami, bukti adanya mukjizat yang akhirnya alhamudulillah kami diberi sempat untuk melihat tanda kekuasaaan Allah, sang pemberi berkat, pelajaran bagi kita yang beriman dan pandai membaca isyarat.
Kematian Eril merupakan kehilangan yang sungguh dahsyat. Dalam momentum yang nyaris sejajar, kami merasakan kehilangan yang paling besar, tapi seketika itu juga kami dilimpahi kasih yang akbar.
Terakhir, kami sangat bersyukur dianugerahi seorang putra, yang dalam kehidupannya, bahkan dalam pulangnya, masih mendatangkan cinta kepada kami sang orangtua.
Terima kasih, hatur nuhun, jazakallah khairan katsiran, segala cinta yang dipanjatkan ke ananda Eril, semoga Allah membalas berlipat-lipat kepada Anda semuanya.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sepenggal Cinta untuk Eril dan Pidato Lengkap Ridwan Kamil Saat Pemakaman Putra Tercinta"
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papuabarat/foto/bank/originals/Ridwan-Kamil-di-pemakaman-Eril.jpg)