Bripka Septinus Arui, Meraih Mimpi dari Keterbatasan Ekonomi Jual Babi Untuk Beli Seragam Sekolah
Bripka Septinus Arui, Meraih Mimpi dari Keterbatasan Ekonomi, Jual Babi Seekor Untuk Beli Seragam dan akhirnya mendapat beasiswa di SMP
Penulis: R Julaini | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Hidup dalam keterbatasan sejak kecil, tak membuat Bripka Septinus Arui menyerah.
Ia lahir di Kampung Sarai, Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat pada 1 September 1984 silam.
Saat usianya beranjak tiga tahun, ia kehilangan sosok ibu.
“Ibu meninggal sejak saya kecil,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca saat ditemui awak media, pekan lalu.
Baca juga: Kisah Bripka Septinus Arui, Polisi yang Pernah Jadi Guru di Pedalaman Tambrauw
Baca juga: 512 Honorer Belum Diangkat PNS, DPR Papua Barat: Mereka Korban Kebijakan Pemerintah
Melihat kondisi tersebut, Septinus akhirnya diasuh oleh sang nenek karena ayahnya menikah lagi dengan wanita dari kampung tetangga.
Mereka tak punya rumah. Septinus bersama neneknya tinggal berpindah-pindah dari satu rumah sanak keluarga ke sanak keluarga lainnya.
Tahun 1995, Septinus mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Inpres Sidey Makmur. Jarak tempuh dari kampungnya ke sekolah lumayan jauh.
Setiap hari, ia bersama teman-teman berjalan kaki melewati sungai dan hutan.
Agar tidak terlambat masuk sekolah pukul 05.30 WIT mereka berangkat ke sekolah.
Tak jarang, setiap Senin mereka sering terlambat mengikuti upacara bendera.
“Kami jalan kaki hampir sepuluh kilo setiap hari karena sekolah ada di daerah transmigrasi,” kata Septinus.
Meski kekurangan biaya, ia tetap semangat bersekolah. Seragam yang ia gunakan bukan seragam merah putih, karena tak sanggup membelinya.
Setiap hari Septinus hanya mengenakan satu celana jeans dan baju pramuka.
Pakian yang ia kenakan itu digunakan sejak kelas satu hingga kelas empat.
Untuk membeli seragam, Septinus akhirnya menjual satu ekor babi yang ia pelihara. Uang hasil penjualan ia belikan seragam merah putih, seragam pramuka dan sebagiannya disimpan.
“Tahun 1997 nenek saya meninggal. Saya sendiri tinggal pindah dari satu keluarga ke keluarga lain,” tuturnya lirih.
Ia sempat putus asa ketika kehilangan sosok nenek yang telah memeliharanya dari kecil.
Namun, ada sedikit asa dalam dirinya untuk menaklukan segala hambatan dan keterbatasan itu.
“Selama saya kecil, satu pasang pakaian bisa dipakai sampai satu tahun. Saya mau dapat uang dari mana beli pakaian,” ujar Bripka Septinus Arui.
Terkadang Septinus mengikuti warga lainnya untuk berburu babi di hutan. Biasanya ia mendapatkan sedikit dari hasil tangkapan yang dijual ke pasar.
“Ada tante yang honor di Sarai juga bantu saya. Sebelumnya terada (Tidak ada) saya sendiri,” tuturnya.
Akhirnya, ia berhasil menamatkan pendidikan dasarnya dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Sidey, SP 10.
Septinus bersyukur memperoleh beasiswa selama menempuh pendidikan di bangku SMP.
Lokasi sekolah dengan kampungnya sangatlah jauh. Akhirnya Septinus bersama belasan temannya sepakat untuk menempati rumah warga di daerah transmigrasi yang masih kosong.
Setiap akhir pekan, sebagian dari mereka kembali ke Kampung Sarai untuk mengambil perbekalan.
“Hari Minggu kami kembali lagi ke Sidey karena Senin sudah sekolah,” ucap dia.
Septinus sudah terbiasa hidup dalam himpitan perekonomian. Jiwa petarungnya terbentuk. Usai jam sekolah, ia manfaatkan untuk mencari pekerjaan serabutan agar bisa mendapat tambahan biaya.
Usaha dan kerja kerasnya membuahkan hasil.
Ia menamatkan pendidikan SMP dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Manokwari.
Biaya pendidikan semasa SMA juga dibantu oleh tantenya yang sudah berprofesi sebagai perawat di Puskesmas.
“Puji Tuhan saya masuk 10 besar jadi saya dapat beasiswa dan biaya dari tante,” tuturnya.
Setelah tamat SMA, Septinus bekerja dengan salah seorang anggota legislatif. Upah yang ia terima disimpan sedikit demi sedikit untuk melanjutkan mimpi meraih gelar sarjana.
“Saya pernah kuliah tapi tidak mampu biaya, jadi saya keluar,” ucap Septinus Arui.
Pertengahan tahun 2007 ada penerimaan Bintara Polri jalur reguler. Septinus tak mau membuang kesempatan itu, ia mencoba mengadu nasibnya. Namun, ia tak berhasil.
Tak pernah putus asa, ia kembali mencoba mengikuti seleksi Bintara Polri jalur khusus. Jerih payahnya membuahkan hasil.
Septinus lolos menjadi anggota Polri dan mengikuti pendidikan di SPN Singaraja Bali pada tahun 2008.
"Tahun 2009 saya ditugaskan di Sabhara Polres Manokwari. Satu bulan bertugas sa bapa meninggal,” kata Bripka Septinus.
Setelah bertugas di Sabhara, ia dimutasi ke Satuan Lalu Lintas Polres Manokwari dan sempat menjadi ajudan Kapolres Manokwari.
Kemudian, Bripka Septinus ditugaskan menjadi Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Kampung Arfu, Polsek Saukorem, wilayah hukum Polres Manokwari.
Saat ini Bripka Septinus Arui bertugas sebagai anggota Satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas) Kepolisian Resor Manokwari
(*)