Kisah Bripka Septinus Arui, Polisi yang Pernah Jadi Guru di Pedalaman Tambrauw
Kisah Bripka Septinus Arui, Polisi yang Pernah Jadi Guru di Pedalaman Tambrauw, terlebih dahulu mengikuti pelatihan menjadi guru
Penulis: R Julaini | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Langkahnya santai menuju ruang Satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas) Kepolisian Resor Manokwari.
Siang itu, ia mengenakan seragam cokelat berlogo Binmas dengan tas tradisional Noken menggantung di leher.
Namanya Bripka Septinus Arui.
Tak banyak yang mengenal pria kelahiran Manokwari, 1 September 1984 silam.
Baca juga: Persegaf Masih Butuh Satu Striker, Andalkan Pemain Muda di Liga-3 Zona Papua Barat
Baca juga: Bawaslu Fokus Awasi Penilaian Keanggotaan Parpol yang Dilakukan KPU
Sebelum dimutasi ke Satuan Binmas, ia pernah merangkap menjadi guru di Sekolah Dasar (SD) 102 Wasnembri, Distrik Mubrani, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat.
Kala itu Bripka Septinus Arui mengemban tugas sebagai Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Kampung Arfu, Polsek Saukorem, wilayah hukum Polres Manokwari.
“Tahun 2014 saya jadi Bhabinkamtibmas, saya tangani sepuluh kampung di Distrik Mumbrani,” kata Bripka Septinus saat ditemui di ruangan Binmas Polres Manokwari, pekan lalu.
Ia berkisah, tugas yang diemban oleh seorang Bhabinkamtibmas adalah mengunjungi seluruh kampung binaan guna mendengar keluhan warga terkait masalah kamtibmas ataupun masalah sosial lainnya.
Sebagai anggota Polri orang asli Papua (OAP), Bripka Septinus sangat paham karakteristik masyarakat yang mendiami wilayah pedalaman.
Pola pendekatan adalah cara paling tepat menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
“Tahun itu pemekaran Kabupaten Manokwari. Jadi ada empat distrik yaitu Ambarbaken, Kebar, Senopi dan Mumbrani masuk ke Tambrauw,” tuturnya.
Suatu ketika, ia mendatangani Kampung Wasnembri guna melaksanakan tugasnya.
Warga setempat bercerita mengenai kondisi SD yang memprihatinkan karena aktivitas belajar mengajar tidak berjalan seperti sediakala.
Setelah mengetahui persoalan, Bripka Septinus bertemu dengan pengawas salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Distrik Mubrani.
Selang beberapa hari, pengawas SMP bersama Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan pada Dinas Pendidikan Tambrauw mendatangi Kampung Wasnembri untuk melihat kondisi SD yang kekurangan guru.
Sekolah itu, sambung dia, memiliki jumlah murid sebanyak 30 orang sedangkan gurunya hanya satu orang.
Tak hanya keterbatasan jumlah tenaga pengajar, guru tersebut tinggalnya di Manokwari.
Sehingga, aktivitas sekolah bisa berjalan apabila ada ujian sekolah.
“Pak kabid tanya ke saya bisa mengajar ? Saya jawab bisa pak,” ucapnya.
Sebelum mengajar, terlebih dahulu Bripka Septinus mengikuti pelatihan menjadi guru serta pengelolaan data pokok pendidikan (Dapodik) di Kota Sorong.
Dalam benaknya, niat menjadi guru hanyalah semata-mata untuk menyelamatkan nasib generasi muda Papua di Kampung Wasnembri.
Usai mengikuti pelatihan, tahun 2015 ia mulai mengajar dengan segala keterbatasan sarana prasarana.
Puluhan siswa kemudian dikumpulkan dalam satu ruangan agar bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Satu per satu siswa dilatih agar bisa membaca, menulis dan berhitung.
“Karena banyak siswa belum bisa baca. Buku juga kurang, jadi saya gabung mereka dalam satu kelas,” tutur Bripka Septinus.
Hari-hari berlalu, SD 102 Wasnembri kembali beroperasi meski hanya memiliki guru dua orang termasuk dirinya.
Sembari mengajar, Bripka Septinus tetap melaksanakan tugasnya sebagai Bhabinkamtibmas.
Sejumlah siswa kelas 6 akhirnya berhasil menamatkan pendidikan dasar mereka.
Melihat ketulusan hati Bripka Septinus, Dinas Pendidikan Tambrauw mempercayakannya untuk mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Namun ia menyadari bahwa dirinya adalah seorang polisi.
Permintaan terkait pengelolaan dana BOS tidak serta merta diterima, melainkan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pimpinannya di Polsek Amberbaken.
Atas saran pimpinan, ia menolak untuk mengelola dana BOS.
“Saya ini NRP bukan NIP. Saya takut suatu saat bisa jadi temuan,” kata Septinus.
Untuk menyelamatkan dana, Septinus berusaha mencari guru yang mau bertugas di Kampung Wasnembri.
Sayangnya, tak ada satupun guru yang mau.
Kendala itu kembali dikoordinasikan dengan dinas terkait.
"Saya cari guru sampai di SP 11 Manokwari, tapi tidak dapat," ucap pria berusia 38 tahun.
Tahun 2019, Dinas Pendidikan Tambrauw menunjuk satu orang penjabat sementara (Pjs) SD 102 Wasnembri lantaran kepala sekolah definitifnya meninggal dunia.
Bripka Septinus yang telah mengikuti pelatihan turut berkontribusi dalam penginputan dapodik karena Pjs kepala sekolah kurang memahami mekanisme dapodik.
Ia mulai resah. Kondisi sekolah belum memiliki tenaga pengajar selain dirinya. Koordinasi dengan dinas intens dilakukan hingga dinas menugaskan satu orang guru.
“Sampai tahun 2020 itu sudah mulai ada tambahan guru-guru jadi saya berhenti,” tuturnya.
Atas dedikasinya, Bripka Septinus dianugerahi tiga penghargaan yaitu penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Tambrauw, Dinas Pendidikan Kabupaten Tambrauw, dan Kapolres Manokwari yang waktu itu dijabat oleh AKBP Adam Erwindi.
“Meski sudah pindah ke Binmas Polres Manokwari tapi kepala sekolah masih percayakan saya masuk dalam komite sekolah,” ucapnya.
Tak hanya menjadi guru, Bripka Septinus juga aktif dalam pelayanan Gereja dan menjadi Koordinator Persekutuan Kaum Bapa tingkat Klasis Amberbaken sejak 2017.
Awal tahun 2022, Bripka Septinus dimutasi ke Binmas Polres Manokwari. Sebagian warga sedih karena Septinus sudah menjadi bagian dari keluarga mereka.
Berkat pengabdiannya, SD 102 Wasnemberi kembali beraktivitas seperti harapan masyarakat.
Setiap akhir pekan, Septinus sempatkan diri untuk berkunjung ke Distrik Mumbrani terkhususnya Kampung Wasnembri.
“Waktu saya pindah, masyarakat menangis sampai saya juga ikut sedih,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
(*)