Perayaan Kamis Putih, Umat Katolik di Manokwari Diajak Menjadi Teladan Cinta Kasih

Secara khusus, perayaan Kamis Putih untuk mengenang perjamuan malam terakhir Yesus Kristus bersama para muridnya.

Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Haryanto
TRIBUNPAPUABARAT.COM/KRESENSIA KURNIAWATI MALA PASA
KAMIS PUTIH - Suasana perayaan Kamis Putih di Gereja Katolik Imanuel Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, Kamis (6/4/2023) malam. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Perayaan Ekaristi Kamis Putih berlangsung khidmat di Gereja Katolik Paroki Imanuel Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, pada Kamis (6/4/2023) malam.

Kamis Putih termasuk rangkaian perayaan Tri Hari Suci menjelang Paskah.

Secara khusus, perayaan Kamis Putih untuk mengenang perjamuan malam terakhir Yesus Kristus bersama para muridnya.

Baca juga: Polda Papua Barat Kerahkan Ratusan Personel Gabungan Amankan Hari Raya Paskah 2023

Pantauan TribunPapuaBarat.com, umat Katolik yang mengikuti misa yang berlangsung selama dua jam lebih, itu diperkirakan mencapai ribuan orang.

Serempak mengenakan pakaian putih, umat memadati tiap bangku di dalam maupun di luar gereja.

Hujan yang mengguyur, tak sedikit pun mengganggu khusyuknya umat yang mengikuti misa Kamis Putih dari halaman gereja, beratap terpal dan melihat dari layar monitor yang disiapkan panitia Paskah.

Pater Willy Baldus Jampa, OSA yang memimpin misa Kamis Putih di Gereja Imanuel Sanggeng mengajak umat yang hadir untuk menjadi teladan cinta kasih.

Baca juga: BREAKING NEWS- Manokwari Tuan Rumah Paskah Nasional 2023, Dominggus Mandacan Jadi Ketua Panitia

Seperti yang Yesus Kristus ajarkan kepada para muridnya lewat pembasuhan kaki para muridnya dalam perjamauan malam terakhir.

"Yesus mau memberi teladan cinta kasih yang harus diteruskan bukan hanya para muridnya. Tetapi, kita semua yang disebut pengikut Kristus," jelas Willy.

Ia menyampaikan, lewat pembasuhan kaki ke-12 murid, Yesus memposisikan diri sebagai seorang hamba, kendati Ia seorang Tuhan dan Guru.

Menurut Willy, hal itu dilakukan Yesus untuk mengajarkan arti saling melayani satu sama lain.

Selain memberi teladan, ucapnya, Tuhan Yesus juga membuktikan cinta kasih-Nya melalui penyerahan diri secara total dalam tubuh dan darahNya sebagai perjamuan keselamatan manusia.

Willy menjelaskan, perayaan Ekaristi bagi umat Katolik bukan hanya peristiwa mengenang, menghadirkan kembali peristiwa yang dilakukan Yesus dalam perjamuan malam terakhir.

Baca juga: Panitia Paskah Nasional 2023 Dilantik, Pendeta Ronny Madang: Tuhan Bekerja Luar Biasa dari Tanah Ini

Ketika Roh Kudus mengubah roti menjadi tubuh-Nya dan anggur menjadi darah-Nya.

"Jadi, kalau ditanya siapa yang mengadakan misa pertama kali, yah Tuhan Yesus dalam perjamuan malam terakhir ini," tutur Willy.

Untuk itu, Willy mengajak seluruh umat untuk menjadikan Yesus sebagai sumber kehidupan.

Walaupun ia mengakui, dalam ziarah kehidupan, cobaan datang silih berganti dan terkadang mengguncangkan iman.

Tetapi, memandang Yesus yang tersalib serta menyambut tubuh dan darah-Nya dalam perayaan Ekaristi, niscaya manusia dikuatkan hingga mencapai titik akhir kehidupan.

Menurut Willy, manusia telah menerima kasih Allah yang tak berkesudahan.

Oleh sebab itu, manusia mesti membagikan cinta kasih tersebut kepada sesama, melalui tindakan saling melayani dan menghidupi cinta kasih persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari.

"...sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu," demikian kutipan Injil Yohanes 13: 15 yang dibacakan dalam misa Kamis Putih.

Baca juga: Masuk Masa Pra Paskah, Umat Katolik di Manokwari Diajak Hidup dalam Doa, Puasa, dan Sedekah

Tanpa ritus penutup atau berkat dari Imam, misa Kamis Putih diakhiri dengan pemindahan Sakramen Maha Kudus (dalam sibori) dari tabernakel utama lalu diarak keliling gereja dan ditakhtakan di tabernakel lain berdesain bangunan Gereja Imanuel Sanggeng.

Selama perarakan Sakramen Maha Kudus, hanya dibunyikan lonceng kayu atau dalam bahasa latin disebut crotalus. Sementara, petugas lain mengosongkan altar utama.

Kemudian ibadat tuguran pun dimulai. Tuguran memilki arti “berjaga-jaga”, seturut perintah Yesus bagi murid-muridNya untuk menemani-Nya. ketika Ia sedang berdoa di Taman Getzemani, sebelum ditangkap.

Ibadat tuguran merupakan salah satu bentuk adorasi (dengan menggunakan sibori) yang menghendaki suasana hening. Adorasi artinya mengagumi, memuja dan menyembah.

Musik gereja tidak boleh dibunyikan lagi sampai dengan “Kemuliaan” pada malam Paskah. Tujuannya untuk menciptakan suasana hening dna mengantar umat memasuki perkabungan agung mengenang sengsara dan wafat Tuhan Yesus.

(*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved