SAR dalam UU Kebencanaan: Mendesak Ada Komando Jelas, Hindari Tumpang-Tindih Regulasi

mengintegrasikan UU SAR dengan UU Kebencanaan, menetapkan BASARNAS sebagai komando utama operasi penyelamatan

istimewa via Fadli Rumagia
KOLASE - Pemerhati Bahasa Universitas Papua, Fadli Rumagia (kiri) dan Peneliti BRIN, Handrini Ardiyanti (kanan). Mereka mendorong para pihak untuk mengintegrasikan UU SAR dengan UU Kebencanaan, dan menetapkan BASARNAS sebagai komando utama operasi penyelamatan. Kamis (21/8/2025) 

TRIBUNPAPUA BARAT.COM, MANOKWARI – Perdebatan soal revisi Undang-undang nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana kembali mencuat.

Hal ini diungkap pemerhati bahasa dari Universitas Papua (UNIPA), Fadli Rumagia melalui siaran pers kepada TribunPapuaBarat.com, Kamis (21/8/2025).

Isu utama yang disoroti adalah kejelasan komando, integrasi kelembagaan, serta penggunaan istilah yang tepat dalam operasi penyelamatan.

Ia menegaskan kembali hasil Rakornas Penanggulangan Bencana pada Maret 2025 lalu di Jakarta.

Dalam Rakornas itu, ujarnya, Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan perlunya regulasi yang kuat agar koordinasi antara BNPB, BASARNAS, kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah bisa berjalan lebih sinergis.

"Bencana datang tiba-tiba, koordinasi harus solid, kalau tidak, nyawa masyarakat taruhannya," ujar Fadli mengutip penegasan Marwan Dasopang. 

Baca juga: Basarnas Fakfak Papua Barat Latih Pramuka Muda Jadi Rescuer Tangguh Hadapi Bencana

Dualisme Regulasi

Ia juga berpandangan, bahwa saat ini, BASARNAS beroperasi berdasarkan UU nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan, sementara BNPB berlandaskan UU nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 

Keduanya memiliki irisan fungsi pada fase tanggap darurat, sehingga kerap menimbulkan kebingungan soal siapa pemegang komando di lapangan.

Situasi ini dinilai berbahaya, sebab tanpa rantai komando yang jelas, operasi penyelamatan bisa lamban, parsial, dan membuang waktu berharga.

Padahal, 72 jam pertama bencana merupakan golden hours untuk menyelamatkan korban.

BASARNAS Sebagai Komando SAR

Lebih lanjut dikatakan, bahwa banyak pihak menilai BASARNAS semestinya ditetapkan sebagai komando tunggal operasi pencarian dan pertolongan (SAR) dalam fase tanggap darurat. 

Hal ini selaras dengan standar internasional, seperti ICAO, IMO, maupun INSARAG.

BNPB tetap berperan penting, namun lebih pada aspek koordinasi strategis, kebijakan nasional, mitigasi, dan pemulihan pascabencana. 

Sementara di daerah, BPBD wajib mengintegrasikan diri dalam sistem komando BASARNAS saat operasi SAR berlangsung.

"Bayangkan sebuah orkestra dengan dua dirigen. Bukannya harmoni, yang muncul adalah kekacauan. Begitu juga operasi penyelamatan, harus ada satu komando," jelas pemerhati bahasa UNIPA ini.

Pentingnya Istilah SAR

Selain masalah komando, Fadli juga menyentil perdebatan yang muncul di tengah masyarakat umum terkait istilah. 

Sebagian pihak mengusulkan penggunaan istilah lokal "Pencarian dan Pertolongan" menggantikan Search and Rescue (SAR). 

Namun, peneliti BRIN, Handrini Ardiyanti, menegaskan bahwa istilah SAR sudah menjadi bahasa universal di dunia penerbangan, pelayaran, dan operasi penyelamatan internasional.

"Mengganti istilah SAR bisa menimbulkan risiko salah komunikasi dengan dunia internasional. SAR adalah sandi universal," kata Handrini.

Baca juga: Dua Nelayan Hilang di Perairan Kaimana, Tim SAR Gabungan Lakukan Pencarian 

Belajar dari Praktik Global

Pengalaman internasional, seperti Amerika Serikat pasca Badai Katrina 2005, menunjukkan pentingnya integrasi SOP dan rantai komando tunggal.

Negeri itu akhirnya membentuk Catastrophic Incident SAR Standard Operating Procedure (CISAR SOP) untuk memastikan interoperabilitas berbagai instansi.

Para pemerhati menilai Indonesia perlu menempuh langkah serupa, yakni mengintegrasikan UU SAR dengan UU Kebencanaan, menetapkan BASARNAS sebagai komando utama operasi penyelamatan, serta mengadopsi istilah SAR secara resmi dalam hukum dan praktik operasional.

"Kalau tidak, kita hanya akan terus mengulang kebingungan di lapangan, sementara korban bencana menunggu pertolongan yang terlambat," tegas Fadli.

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved