TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Kampung Womom, merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya.
Kampung Womom terbilang cukup terisolir. Sebab, akses menuju kampung tersebut hanya dapat dilalui dengan transportasi laut.
Selain itu, kampung ini sama sekali belum teraliri listrik.
Baca juga: Pak Solikin, Pedagang Keripik Singkong Khas Manokwari yang Sebulan Raup Omset Puluhan Juta
Baca juga: Sarina Dapat Berkah Jualan di Venue Ferdinand Waterpauw, Beberapa Jam Keripik Laku Ratusan Ribu
Kendati demikian, akses telekomunikasi di kampung tersebut cukup memadahi.
Namun terlepas dari semua itu, kampung yang masuk dalam administrasi Distrik Tobou ini, memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah.
Sumber daya alam yang dimaksud berupa hasil kebun berupa buah-buahan, umbian-umbian, perikanan laut dan lain sebagainya.
Melihat hal itu, Pioner Tanah Papua melakukan pendampingan dan pelatihan pembuatan keripik pisang serta keladi kepada salah satu warga Kampung Womom, Ester Yesnath.
Sebelumnya, Ester Yesnath merupakan ibu rumah tangga (IRT) yang kesehariannya mengurusi rumah, berkebun dan berjualan.
Ketika musim panen tiba, Ester Yesnath menjual hasil kebunnya berupa pisang, keladi, durian, langsat dan rambutan ke kota.
Kini, setelah mendapat pendampingan dari Pioner Tanah Papua melalui program suara untuk aksi perubahan iklim yang adil atau, voices for climate action (VCA), Mama Esterh sapaan akrabnya, memulai aktivitas baru berupa perajin keripik pisang dwaka dan keladi.
“Potensi sumber daya alam di Kampung Womom sangat melimpah. Apabila tak dikelola dengan bijak, akan mendatangkan kerugian di waktu mendatang,” kata Direktur Pioner Tanah Papua, Ari Mantoro dalam siaran persnya yang diterima TribunPapuaBaray.com, Rabu (29/11/2023) pagi.
Pelatihan pembuatan keripik pisang dan keladi dimulai pada 14 Oktober 2022 lalu.
Pioner Tanah Papua mengambil peran krusial sebagai fasilitator dalam mengidetifikasi pola dan praktek pemanfaatan SDA, secara arif dan inovatif dalam mendukung mitigasi perubahan iklim.
Setelah itu, Mama Ester pun mulai membuat keripik pisang dwaka dan keladi.
Bahan baku berupa pisang dan keladi tak hanya diambil dari hasil kebunnya, terkadang Mama Ester juga membeli dari keluarganya.
“Kalau mama punya tidak ada, berarti beli dari keluarga. Tapi mama pilih keladi yang besar,” kata Mama Ester.
Proses pengelolaan keripik dilakukan Mama Ester sendiri. Mulai dari pemilihan bahan baku, membersihkan bahan baku hingga pengemasan dalam plastik.
Keripik pisang dan keladi yang telah dikemas ke dalam plastik berukuran 10x25 cm dijual denga harga Rp 10 ribu.
Mama Ester pun mejual keripik olahannya itu di kios miliknya.
Selain itu, Mama Ester juga menitip keripik olahannya itu di Kapal Sabuk Nusantara 112.
“Sudah 170 bungkus yang dipasarkan sejak April hingga Oktober,” ungkapnya.
Sebagai penggerak kelompok usaha, Mama Ester tak egois mengambil keuntungan sendiri.
Orderan yang diterima, dibagikan ke anggota kelompok lainnya.
Hal ini Mama Ester lakukan sebagai bentuk bisnis yang baik agar anggota kelompok maju.
Sehingga perekonomian dapat meningkat dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
(*)