351 Ribu Hektar eks Perkebunan Sawit di Papua Barat akan Diperuntukan untuk Masyarakat Adat
351 Ribu Hektar eks Perkebunan Sawit di Papua Barat akan Diperuntukan untuk Masyarakat Adat
Penulis: R Julaini | Editor: Jefri Susetio
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI -Pemanfaatan lahan eks perkebunan sawit seluas 351 ribu hektare lebih, akan dibahas bersama pemerintah kabupaten dan masyarakat adat di Provinsi Papua Barat.
Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan (TPHP) Papua Barat Hery Wijayanto mengatakan, kebijakan atas pemanfaatan lahan itu menjadi kewenangan pemerintah kabupaten.
Meski demikian, provinsi tetap memberikan dukungan agar lahan eks perkebunan sawit bermanfaat bagi masyarakat asli Papua.
"Dikembalikan dan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat adat," ujarnya kepada tribunpapuabarat.com di Manokwari, Selasa (19/7/2022) siang.
Baca juga: KPK Soroti Eks Perkebunan Kelapa Sawit di Papua Barat, Buat Program Food Estate Berbasis Masyarakat
Baca juga: 16 Perusahaan Sawit di Papua Barat Dicabut Izinnya, KPK Sebut Kebijakan yang Patut Dicontoh
Ia melanjutkan, langkah yang ditempuh terlebih dahulu adalah melakukan pemetaan terhadap masyarakat adat di wilayah konsesi.
Kabupaten Sorong sementara melakukan pemetaan tersebut. Kabupaten lain diharapkan dapat mengadopsi langkah yang diterapkan Pemerintah Kabupaten Sorong.
"Tanah di Papua Barat ini tanah adat. Pemilik siapa itu kan harus diketahui dulu," ucap Hery.
Ia menuturkan, program yang diajukan oleh pemerintah adalah program non deforestasi.
Rencana pemanfaatan lahan harus disesuaikan dengan potensi daerah. Misalnya, pengembangan tanaman sagu untuk ketahanan pangan lokal.
"Bisa juga dijadikan destinasi wisata alam. Yang penting ada nilai tambah ekonomi," ucap Hery.
Menurut dia, dukungan anggaran dari pemerintah untuk pemanfaatan lahan eks sawit sangat diperlukan. Alokasi anggaran tidak hanya bersumber dari APBD, melainkan APBN.
"Dukungan pemerintah baik pusat maupun provinsi masih diperlukan," ucap Hery Wijayanto.
Ada tiga skema yang menjadi tahapan tindak lanjut evaluasi perizinan sawit.
Meliputi assessment sosial ekonomi, pengembangan konsep pengelolaan sumber daya alam dan pendampingan penyiapan skema pengelolaan sumber daya alam.
"Program ketahanan pangan yang sesuai dengan masyarakat. Bisa singkong, sagu dan lainnya," ujarnya.
Ia menuturkan, izin usaha perkebunan sawit yang telah dicabut berdasarkan hasil evaluasi tersebar di sejumlah kabupaten di Papua Barat.
Antara lain Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Manokwari Selatan, dan Maybrat.
Baca juga: DPR Papua Barat Gelar Rapat Paripurna Pukul 22.31 WIT, Kejar Target Penetapan 21 Ranperda
Baca juga: Pernah Ingatkan ASN Jangan Terima Gratifikasi, Bupati Bogor Ade Yasin Kini Terjaring OTT KPK
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah kabupaten memanfaatkan lahan eks sawit dengan program diversifikasi pangan lokal.
Program tersebut bertujuan meminimalisir ketergantungan pasokan pangan dari luar Papua Barat.
"Jangan sampai, sudah diselamatkan eh jatuhnya ke sawit lagi," ucap Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V, KPK RI, Dian Patria.
Alih fungsi lahan memberikan manfaat lebih bagi masyarakat adat setempat.
Hal ini sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
"Supaya cadangan pangan lokalnya kuat," ucap Dian.
Selain itu, pemerintah daerah juga dapat melaksanakan program food estate berbasis masyarakat.
Food estate merupakan upaya pengembangan sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan yang terintegrasi.
"Lahan itu hanya di Papua Barat. Luas sekali lahan itu," pungkas dia.
(*)