Profil Sarah Simanjuntak, Bawa Papua Barat Raih Emas di Sains Internasional, Angkat Tradisi Barapen
Di kompetisi sains internasional di Malaysia yang mempertemukan para peneliti muda dari 25 negera itu, Sarah Simanjuntak menjadi ketua tim Papua Barat
Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Menorehkan prestasi seolah-olah menjadi hobi bagi remaja putri yang kini tinggal di Kota Raja Nomor 14, Kelurahan Manokwari Timur, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Saat duduk di bangku kelas VIII SMPN 2 Manokwari, Sarah Simanjuntak berhasil menyandang juara dua dalam lomba tata ruang se-Papua Barat, mewakili Kabupaten Manokwari.
Dalam lomba tersebut, ia harus berkutat dengan perhitungan matematika dalam proyek pembangunan. Sarah Simanjuntak lulus dari SMPN 2 Manokwari pada 2021.
Baru saja menginjak kelas X di SMAN 1 Manokwari, kemolekan ditambah kecerdasan gadis berdarah Batak dan Sunda itu, membuatnya menjadi juara satu duta kosmetik BPOM goes to school se-Papua Barat.
Berkat Didikan Keluarga
Sarah mengakui, kegemarannya pada belajar pertama kali didapat dari pendidikan di tengah keluarga.
Ayahnya, Rheinhard A. B. Simanjuntak adalah lulusan magister teknik sipil dari Universitas Trisakti Jakarta.
Kini, ia menjabat sebagai direktur PT Irman Jaya Martabe, sebuah perusahaan ternama di Kabupaten Manokwari.
Baca juga: Kunci Jawaban Buku Tematik Tema 6 Kelas 2 SD/MI: Fakta-Fakta Sains tentang Angkasa
Sang Ibu, Elfrida Hutabarat merupakan lulusan magister ilmu komunikasi dari Universitas Sumatera Utara.
Remaja yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi luar negeri itu, mengaku kemampuan bahasa Inggrisnya diasah di tengah keluarga.
Dari kecil, Sarah Simanjuntak sudah diajak berbicara bahasa Inggris oleh sang Ibu. Ditambah kebiasaannya mengonsumsi konten dalam bahasa internasional tersebut.
Sekolah yang ia jalani dari SD hingga SMA pun mengikuti rekam jejak sang ayah.
Walaupun sang ayah dari suku Batak, keluarganya lahir dan besar di Manokwari, Papua Barat. Bahkan sang kakek sudah ada di Manokwari, sejak zaman operasi Trikora pada 1961.
Karena itu, kecintaan terhadap Bumi Kasuari telah mendarah daging di keluarga besarnya. (*)