IJTI Maluku Papua Desak Panglima TNI Beri Sanksi Panitera dan Hakim Pengadilan Militer Jayapura

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) wilayah Maluku dan Papua mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa segera memberikan sanksi ...

Penulis: Elias Andi Ponganan | Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TribunPapuaBarat.com/Safwan Ashari
PERSIDANGAN - Pengadilan Militer Jayapura menggelar sidang kasus penembakan yang dilakukan oknum anggota Kodam XVIII/Kasuari terhadap iparnya. Sidang diselenggarakan di Pengadilan Negeri Manokwari, Senin (17/10/2022). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) wilayah Maluku dan Papua mendesak Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa segera memberikan sanksi bagi panitera dan hakim Pengadilan Militer Jayapura.

Sebab, panitera dan hakim telah mengintimidasi dua jurnalis saat meliput sidang kasus penembakan oknum anggota Kodam XVIII/Kasuari di Pengadilan Negeri Manokwari, pada Senin (17/10/2022).

"Panglima harus mengambil tindakan tegas karena anak buahnya melakukan kekerasan terhadap jurnalis," kata Koordinator IJTI Maluku dan Papua, Chanry Suripatty.

Baca juga: PWI Papua Barat Kecam Tindakan Panitera Pengadilan Militer Intimidasi Jurnalis di Manokwari

Ia menjelaskan, handphone kedua jurnalis di Manokwari diambil secara paksa kemudian seluruh hasil peliputannya dihapus.

Tindakan panitera dan hakim Pengadilan Militer Jayapura mengancam kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

"Ambil paksa alat kerja wartawan melanggar UU Pers," tegas Chanry Surapatty.

Menurut dia, sidang kasus penembakan yang dilakukan oknum anggota Kodam kepada adik iparnya sudah dibuka untuk umum.

Sehingga, jurnalis bebas meliput seluruh rangkaian persidangan tanpa adanya pelarangan dari hakim Pengadilan Militer.

"Sidang sudah dibuka. Lalu aturan mana yang mengharuskan wartawan minta izin?" tanya Chanry Surappaty.

Selain UU Pers, sambung dia, ada nota kesepahaman antara TNI dan Dewan Pers terkait dukungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.

Namun, fakta yang terjadi justru bertolak belakang dengan esensi dari nota kesepahaman tersebut.

Kondisi ini dapat dikonklusikan bahwa perilaku kriminalisasi dan diskriminasi justru ditampilkan oleh TNI sendiri.

Baca juga: Panitera Pengadilan Militer Jayapura Intimidasi Dua Wartawan di Manokwari

"Kalau sampai hakim juga perintahkan (menghapus hasil liputan), maka akan menjadi tanda tanya besar," jelas Chanry Surappaty.

Seluruh organisasi pers, kata dia, getol memperjuangkan kebebasan pers di seluruh Indonesia.

Akan tetapi, pelaksanaanya tidak berjalan sesuai ekspektasi karena kekerasan terus menimpa pekerja pers.

"Semua pihak harus bisa menghargai kerja-kerja jurnalistik," ucap Chanry Surapatty.

Sementara itu, Ketua Persatuan Indonesia (PWI) Papua Barat, Bustam menilai bahwa kasus penembakan yang dilakukan oknum anggota Kodam XVIII/Kasuari adalah kasus pidana yang telah dibuka bagi umum.

PWI sangat menyangkan adanya sikap arogansi dari pihak Pengadilan Militer Jayapura terhadap jurnalis di Manokwari.

"Kami sangat menyangkan adanya kekerasan terhadap teman-teman pers,"pungkas Bustam.(*)

Berita terkait lainnya

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved