Berikut Ini Dua Permintaan OAP yang Disampaikan Paulus Waterpauw ke Komisi II DPR RI
ahwa aspek pembiayaan pasca pemberlakuan Daerah Otonomi Baru di Tanah Papua, sangat membebani daerah
Penulis: redaksi | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Komisi II DPR RI telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan enam gubernur se-Tanah Papua.
Kegiatan itu berlangsung di ruang rapat Komisi II DPR RI, Jakarta pada Senin (20/3/2023) kemarin.
Dalam rapat tersebut, Pj Gubernur Papua Barat yang juga Ketua Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua, Paulus Waterpauw menyampaikan amanat Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II DPR Sebut Banyak Panwaslu yang Terpilih Karena KKN
Baca juga: Di Hadapan Komisi II, Paulus Waterpauw Sampaikan Usulan DOB Kabupaten/Kota dan Papua Barat Tengah
"Sebagai Ketua Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua yang mewakili enam gubernur dan 42 bupati/walikota, saya ingin menyampaikan kepada Pemerintah Pusat, yaitu Menteri Keuangan RI dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI, bahwa aspek pembiayaan pasca pemberlakuan Daerah Otonomi Baru di Tanah Papua, sangat membebani daerah," kata Paulus Waterpauw.
Oleh sebab itu, lanjut Paulus Waterpauw, atas kesepakatan bersama Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua, diputuskan dua permintaan, yakni:
1. Dalam hal pembiayaan daerah-daerah pemekaran/Daerah Otonomi Baru, harus menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dengan menggunakan dana APBN, agar tidak membebani fiskal daerah yang sangat minim.
2. Mengangkat Tenaga P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dan Tenaga Harian Lepas/Honorer (THL) menjadi Aparatur Sipil Negara untuk mengisi kuota pegawai pada daerah-daerah otonomi baru.
Waterpau menjelaskan, permintaan tersebut untuk mengurai polemik status P3K dan pegawai honorer, dengan semangat pemberdayaan dan keberpihakan pada Orang Asli Papua (OAP) yang menjadi spirit dari kehadiran UU Otsus bagi Tanah Papua.
"Ya, sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua," jelasnya.
Waterpauw menambahkan, meski kesepakatan ini sejatinya dialamatkan pada pemerintah pusat, khususnya Menteri Keuangan RI serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasai, namun tak ada salahnya landasan pemikirannya disampaikan ke DPR RI.
"Mengingat DPR memiliki fungsi pengawasan maka kami menimbang penting untuk menyampaikan landasan pemikirannya di hadapan anggota dewan terhormat," pungkasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.