Berita Manokwari

Ikatan Mahasiswa Biak di Manokwari Perdana Menari Wor di Festival Teluk Doreh

tari Wor yang ditampilkan di pembukaan Festival Teluk Doreh Manokwari, itu mengisahkan peperangan antara dua dua pahlawan di satu kampung.

TribunPapuaBarat.com//Kresensia Kurniawati Mala Pasa
TARI WOR - Ikatan Mahasiswa Biak-Manokwari menampilkan tari Wor dalam pembukaan Festival Teluk Doreh di di Lapangan Dermaga Biryosi Fasharkan TNI-AL, Provinsi Papua Barat, pada Kamis, (2/11/2023) malam. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Wor atau nyanyian adat  dalam budaya orang Biak menggelegar di Festival Teluk Doreh saat Ikatan Mahasiswa Biak Kota Studi Manokwari melantunkannya di Lapangan Dermaga Biryosi Fasharkan TNI-AL, Provinsi Papua Barat, pada Kamis, (2/11/2023) malam.

Ratusan pasang mata yang menonton, termasuk Bupati Manokwari Hermus Indou di barisan depan, dibuat tegang di awal pertunjukan  tari Wor.

Empat orang penari laki-laki berlakon sedang terlibat pertempuran dengan saling mengayunkan parang, tombak dan parang ke arah satu sama lain, tepat di bawah panggung utama.

Baca juga: Sejarah Baru, Festival Teluk Doreh Perdana Digelar untuk Meriahkan HUT ke-125 Manokwari

Baca juga: Berikut Rangkaian Acara yang Meramaikan Festival Teluk Doreh Tahun 2023

Penari pria berbusana cawat merah, dilengkapi som atau mahkota Papua dalam bahasa Biak melingkari kepala, manik-manik dari bia atau kerang bersilangan di dada, serta ukiran di sekujur tubuh.

Mengapiti keempat penari pria di sisi kanan dan kiri, ada 16 perempuan dan dua orang laki-laki yang melantukan Wor diiringi tabuhan tifa.

Kaum perempuan berbusana sarung, berhias som dan asis (sisir bambu), kalung dari kulit bia, serta dilukis sekujur tubuh.

Pekikan dari keempat penari pria yang sedang bertarung, melebur dengan nyanyian adat atau folklor dalam bahasa Biak yang dibawakan kaum wanita.

Ketukan tifa berangsur pelan dan para penyanyi mengubah posisi berdiri menjadi duduk, ketika seorang dari keempat penari pria jatuh pertanda seorang telah gugur di medan tempur.

Dari panggung utama, Ruland Krey (27) melakoni Mananwir atau kepala suku dalam bahasa Biak, muncul dan melerai pertikaian.

Ruland Krey berdiri di posisi sentral, menasihati lalu mengambil senjata mengakhiri perang, dan ke-23 orang Ikatan Mahasiswa Biak-Manokwari, itu pun selesai memanggungkan tari Wor.

“Ini pertama kalinnya kami diundang Pemerintah Daerah (Manokwari) tampil di event sebesar ini. Biasa tong (kami) hanya tampil di acara kampus atau gereja,” jelas Ruland Krey selaku ketua kelompok tari Wor Ikatan Mahasiswa Biak-Manokwari.

Ia menjelaskan, tari Wor yang ditampilkan di pembukaan Festival Teluk Doreh Manokwari, itu mengisahkan peperangan antara dua dua pahlawan di satu kampung.

Seorang pahlawan berkuasa di daratan, sementara seorang lain berkuasa di lautan dan pesisir.

Mananwir atau kepala suku hadir sebagai penangah atas perang yang telah menewaskan warga kampung yang sebenarnya tak ikut dalam perang.

“Makanya dibuat pesta adat supaya bisa bersatu dan tidak saling membedakan dalam kehidupan satu kampung,” ungkap lulusan sarjana pendidikan Universitas Papua itu.

Ia menyebut, Ikatan Mahasiswa Biak-Manokwari diundang tampil sekali lagi menarikan Wor pada penutupan Festival Teluk Doreh, Sabtu (4/11/2023).

Menurut dia, festival kebudayaan seperti ini sangat menginspirasi kaum muda.

Selain sebagai pengingat jati diri sebagai anak adat Papua yang berkewajiban menjaga dan melesatikan budaya.

Sekaligus upaya efektif mengalihkan perhatian kaum muda ke hal-hal yang positif yakni kesenian dan kebudayaan.

“Dengan begitu mengurangi tindak kejahatan yang biasa anak muda lakukan,” pungkas Ruland Krey.

Merujuk dari laman Ditjen Kebudayaan Kemdikbud RI,  Wor dalam budaya Biak mempunyai arti yang luas dan tidak lepas dari kehidupan religi orang Biak.

Baik itu menyangkut pembayaran mas kawin (ararem) transaksi makan (fanfan dan munsasu), tarian adat dan nyanyian adat. 

Dalam pengertian yang lain dapat dikatakan wor sebagai upacara dan sebagai nyanyian adat atau folklor dalam budaya orang Biak.  

Tradisi Wor sebagai upacara adat atau pesta adat dan wor sebagai nyanyian adat. 

Wor sebagai upacara adat mengandung makna yang simbolis. 

Di dalamnya terkandung nilai-nilai budaya yang punya fungsi mengatur hubungan mereka dengan sang pencipta, antar sesama dan dengan lingkungan alam tempat di mana mereka berada. 

Wor dianggap upacara sakral, karena wor berfungsi melindungi seseorang dalam peran peralihan sosialnya dalam rangkaian upacara tradisi  seputar lingkaran hidup atau siklus hidup dalam budaya orang Biak.

Diwartakan TribunPapuaBarat.com sebelumnya, Ketua Panitia Festival Teluk Doreh 2023 Immanuel Hasitongan Pangaribuan mengaku, tujuan diselenggarakannya event tersebut, yakni meningkatkan peran masyarakat dalam melestarikan seni budaya dan tradisi di wilayah Kabupaten Manokwari.

Sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya dan mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter seni.

“Serta mengasah kreatifitas, pengetahuan, dan keterampilan mengenai budaya,” ujar  Kepala Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Manokwari itu.

Tujuan tersebut, ucapnya, kemudian diterjamahkan ke dalam berbagai bentuk lomba dan ajang promosi produk-produk UMKM di Kabupaten Manokwari.

Usai pembukaan Festival Teluk Doreri semalam, telah diawali dengan peragaan busana tingkat organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Kabupaten Manokwari.

Kemudian, ada pertunjukan seni Wor,  lomba musik tradisional,  lomba tari kontemporer; lomba cipta lagu yang mengusung tema Manokwari untuk semua, semua untuk Manokwari.

Ada juga lomba yospan, lomba pemilihan putri pantai dan lomba peragaan busana daur ulang.

Ia menyebut, sepanjang pegelaran Festival Teluk Doreh akan diisi dengan penampilan - penampilan para talent lokal Kota Manokwari.

“Terdiri dari para generasi muda pencinta seni yang akan tampil dalam acara live music,” jelasnya.

Sedangkan di akhir kegiatan festival, lanjut dia, yaitu pada Sabtu, (4/11/2023), akan ada karnaval budaya.

Peserta karnaval terdiri dari anggota OPD lingkup Pemerintah Kabupaten Manokwari, yang akan berkolaborasi dengan etnik atau suku – suku,  baik suku asli Manokwari, Papua maupun suku - suku Nusantara.

Menurut dia, kolaborasi ini sebagai implementasi dari moto, “Manokwari untuk semua, semua untuk Manokwari”.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved