Respons Anggota MRPB Ismail Watora Soal Penghapusan Pengakuan Non OAP sebagai Anak Adat

Ada pula permintaan agar tiap penerimaan CPNS daerah tidak lagi menggunakan kuota 80-20 melainkan harus 100 persen diisi oleh putra-putri asli Kaimana

Penulis: Arfat Jempot | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Dokumentasi Ismael Watora
Anggota MRPB utusan adat dari Kabupaten Kaimana, Papua Barat, Ismael Watora. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, KAIMANA – Anggota MRPB utusan adat dari Kabupaten Kaimana, Ismael Watora, mengaku menerima aspirasi masyarakat tentang penghapusan pengakuan orang non Papua sebagai anak adat.

Ia mengatakan hal itu berdasarkan penjaringan aspirasi masyarakat dari delapan suku asli Kaimana.

Berdasarkan aspirasi yang diterima, ucap Ismael Watora, masyarakat menilai pengakuan adat terhadap bukan OAP justru menghambat peluang orang asli Papua menjadi tuan di atas negeri sendiri.

Ada pula permintaan agar tiap penerimaan CPNS daerah tidak lagi menggunakan kuota 80-20 melainkan harus 100 persen diisi oleh putra-putri asli Kaimana.

Baca juga: Anggota MRPB Martina Sawi Janji Perjuangkan Hak-hak Perempuan Asli Kaimana

 

Menanggapi hal ini, Ismael Watora mengaku, saat dilantik, diingatkan bahwa MRPB harus tetap menjadi poros tengah untuk melindungi kepentingan orang asli Papua dan non Papua.

Misalnya, untuk Pemilu 2024. Siapapun, baik orang asli Papua maupun non Papua, dipersilakan maju jika memenuhi syarat.

Menurut Ismael Watora, permintaan masyarakat ini tak salah, namun harus disadari yang mengenalkan agama, pendidikan, dan perdagangan kepada orang Papua adalah saudara dari luar Papua.

“Bahasa kasarnya, yang kasih turun kitong dari gunung ini orang dari pesisir yaitu dari nusantara lewat agama, pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan ekonomi,” katanya via ponselnya, Minggu (10/12/2023).

Baca juga: Anggota MRPB Dengar Aspirasi 8 Suku Asli di Kaimana, Termasuk Soal Kepala Daerah

Karena itu, ucapnya, perlindungan perlu dilakukan terhadap mereka yang sudah tinggal puluhan tahun dan sejak moyang mereka ada di Tanah Papua.

Itulah alasannya ada pasal yang mengakui keberadaan mereka.

Bentuk perhatian itu juga direalisasikan dalam penerimaan afirmasi, yakni ada prosentase bagi saudara nusantara. 

Baca juga: Wamendagri Ingatkan Anggota MRPB agar Tidak Terlibat Politik Praktis

“Banyak dari mereka yang orang tua atau kakek mereka datang sebagai guru jemaat dan pendeta. Itu bagian dari penguatan bagi orang asli Papua. Jadi, kita tak bisa lupa," kata anggota MRPB itu.

Untuk menghapus (pengakuan adat), saya pikir riskan karena pasal itu juga berpengaruh sehingga ada UU Otsus,” ujar Ismael Watora.

Ia mengingatkan MRPB sebagai representasi kultur bertugas menjaga harkat dan martabat orang asli Papua. 

Tugas lain MRPB adalah menjaga kepentingan negara.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved