Papuan Observatory for Human Rights: Papua Butuh Pemimpin yang Paham dan Hormat Budaya
"Buka ruang dialog, diskusi, dan komunikasi yang konstruktif dgn mereka untuk mecarikan jalan keluarnya," ucapnya.
TRIBUNPAPUABARAT.COM – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, tinggal beberapa bulan lagi.
Tercatat, 545 daerah bakal serentak menggelar pesta demokrasi terbesar di dunia itu.
dari jumlah itu, salah satu provinsi yang juga akan menyelenggarakan pilkada 2024 yakni, Papua.
Baca juga: KPU Papua Barat Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pilgub, Muin: Total Hadiah Puluhan Juta Rupiah
Baca juga: 2 Lembaga Kultur di Fakfak Terima Aspirasi Aliansi Pemerhati Otsus Soal Pilgub Papua Barat Harus OAP
Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights Thomas CH Syufi berharap, bakal calon gubernur (Bacagub) dan wakil gubernur (Bacawagub) Papua mesti berpihak pada orang asli Papua (OAP).
Tak hanya itu sambung Thomas, Provinsi Papua butuh pemimpin yang paham dan hormat budaya.
"Kasih harus diwujudkan dalam sikap dan tindakan harian seorang pemimpin kepada warganya," kata Thomas Syufi kepada Tribun Papua.com di Jayapura, Senin (12/8/2024).
Menurutnya, dengan kacamata budaya dan kasih, pemimpin dapat melihat rakyat dengan jernih, serta berpedoman pada isi hati.
"Segala kebijakan pembangunan harus utamakan budaya komunikasi yang berbasis budaya dan local wisdom (kearifan lokal)," ujarnya.
Dikatakannya, segala kebijakan dan pembangunan harus berbasis pada kehendak masyarakat adat (buttom up), bukan parsial dari elite, baik Gubernur atau pemerintah pusat (top down).
Seperti perusahaan-perusahaan yang merusak tidak mengantongi izin, atau tak ramah lingkungan harus dihentikan operasinya atau yang baru masuk harus seizin masyarakat adat.
Tak hanya itu, tenaga honorer yang melakukan aksi demo menuntut hak-haknya, harus ditanggapi dengan kepala dingin.
"Buka ruang dialog, diskusi, dan komunikasi yang konstruktif dgn mereka untuk mecarikan jalan keluarnya," ucapnya.
Demikian juga, lanjut Thomas, masyarakat yang melakukan pemalangan di tanah adat karena dikuasai perusahaan tanpa izin, harus gubernur tegas dan memihak kepada masyarakat.
"Gubernur bisa jadi bapak untuk semua warga negara di Provinsi Papua atau provinsi apa pun, tapi yang dibutuhkan adalah keberpihakan pada OAP, terutama masyarakat lemah dan miskin, juga memperkuat tiga pembangunan krisial, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat," ungkanya.
Lebih lanjut Thomas mengatakan, sudah lebih dari 20 tahun UU Otonomi Khusus (Otsus) dioperasikan di Papua.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.