Berita Fakfak
Sharifah Uswanas Menentang Paham Perempuan Papua Harus Menikah dengan Laki-laki OAP
Ia juga menyebutkan, orang Papua tidak semuanya berkulit hitam dan berambut keriting sebagaimana ras Melanesia pada umumnya.
Penulis: Aldi Bimantara | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, FAKFAK - Tokoh Perempuan Asli Kabupaten Fakfak, Sharifah Uswanas tak sependapat dengan pemahaman yang menyebutkan perempuan Papua harus menikah dengan laki-laki Papua untuk memperoleh status sebagai Orang Asli Papua (OAP).
Itu disampaikannya kepada TribunPapuaBarat.com di Fakfak, Rabu (18/9/2024) sebagai bentuk tanggapan atas video viral baru-baru ini yang menyebutkan wanita Papua harus atau wajib menikah dengan laki-laki Papua.
"Kita harus tahu bahwasanya kita ini semua dilahirkan oleh rahim seorang perempuan, kalau berbicara mengenai perempuan memang cukup luas tetapi pada prinsipnya harus diketahui laki-laki itu lahir dari rahim seorang Papua," terangnya.
Baca juga: MRPB Tetapkan Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani Memenuhi Syarat Keaslian OAP
Baca juga: DOAMU Lolos Verifikasi OAP, David Baru: MRPB Layak Diapresiasi Konsisten Jalankan Amanat UU Otsus
Ia juga menyebutkan, orang Papua tidak semuanya berkulit hitam dan berambut keriting sebagaimana ras Melanesia pada umumnya.
"Tetapi ada juga yang berkulit sawo matang bahkan putih, terutama kami di Fakfak, karena kami di Fakfak tidak semua orang aslinya berkulit hitam tetapi ada yang putih juga," jelasnya.
Kemudian ia tak sependapat pula bahwasanya perempuan Papua harus menikah dengan laki-laki Papua.
"Karena yang menentukan jodoh dan maut itu adalah Tuhan bukan kita manusia," katanya.
Kalau persoalan ini ditekankan dari awal, maka tak menjadi masalah panjang.
"Namun dengan proses perjalanan yang panjang, sudah banyak kawin campur, dan perlu diingat laki-laki sekalipun mempunyai mama dari Suku Nusantara lainnya, tetapi jikalau ia lahir dari rahim perempuan Papua maka tentu ia adalah orang Papua juga," imbuhya.
Lanjut Sharifah Uswanas mengatakan, jika perempuan yang juga lahir dari seorang ibu notabennya asli Papua dan memiliki ayah seorang pendatang, maka tentu ia juga dianggap asli Papua.
"Jadi berarti kalau kami perempuan Papua menikah dengan laki-laki yang berasal dari suku-suku Nusantara lainnya maka kami sudah tidak dianggap dan anak kami tidak dianggap berarti hak-hak kami di buang begitu saja, makanya kami tidak sepakat," tekannya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.