Berita Manokwari
Paskalis Haluk: Otsus Hanya Menambah Derita OAP
Paskalis juga mengatakan diskriminasi dan marjinalisasi terhadap orang Papua itu selalu ada.
Penulis: Matius Pilamo Siep | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Koordinator Amnesty Internasional Indonesia chapter Universitas Papua (UNIPA) Paskalis Haluk mengatakan, Otonomi Khusus (Otsus) Papua hanya menambah derita Orang Asli Papua (OAP).
"Hari Otsus Papua pada 21 November 2024 ini seharusnya menjadi momentum bagi kesejahteraan, keadilan, dan pengakuan atas hak-hak rakyat Papua"katanya Paskalis saat diwawancarai Tribun di Amban Manokwari, Papua Barat, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, perjalanan pelaksanaan Otsus Jilid 1 sejak 2001–2021 dan Jilid 2 tahun 2021–sekarang justru banyak menimbulkan kekecewaan, penderitaan, dan ketidakadilan bagi masyarakat Papua.
Baca juga: Hari Otonomi Khusus, Lamek Dowansiba Sebut Otsus Belum Sepenuhnya Sejahterakan OAP
Baca juga: Hari Otsus , Ali Hindom Minta Pemerintah Bangun Rumah Sakit Internasional di Fakfak
Ia pun membeberkan beberapa hal yang menggambarkan derita rakyat Papua selama penerapan Otsus hingga saat ini.
"Orang Papua sampai saat ini belum mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur yang layak dari dana Otsus itu,"Ungkapnya.
Paskalis juga mengatakan diskriminasi dan marjinalisasi terhadap orang Papua itu selalu ada.
Sehingga sambung Paskalis Haluk, OAP menghadapi kesenjangan ekonomi dan sosial di tanahnya sendiri, sementara kelompok pendatang mendominasi semua sektor.
Tidak hanya itu, Paskalis menyampaikan Otsus tidak membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Papua.
Sebaliknya, eksploitasi besar-besaran terhadap tambang, hutan, dan tanah adat terus berlangsung tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat lokal papua.
"Keuntungan dari hasil alam Papua sebagian besar mengalir keluar, meninggalkan masyarakat dalam kemiskinan,"tambahnya.
Disisi lain, Paskalis menganggap Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga kultur yang seharusnya memperjuangkan kepentingan OAP, justru dianggap kurang efektif karena keterbatasan mengambil kewenangan untuk memperjuangkan hak-hak OAP.
Ia juga mengatakan kedatangan Otsus di Papua ini juga meningkatkan pelanggaran HAM.
"Pengiriman militer di seluruh tanah Papua ini menimbulkan ketidak nyamanan masyarakat dan menimbulkan pelanggaran HAM," ucapnya
Ia mengatakan Hari Otsus bukan lagi simbol harapan, melainkan hari refleksi atas luka dan penderitaan panjang yang dialami masyarakat Papua.
Untuk melangkah ke depan, diperlukan perubahan mendasar: dialog sejati, penghormatan atas hak asasi manusia, serta komitmen nyata untuk memberdayakan rakyat Papua.
"Otsus bukanlah hadiah, melainkan utang keadilan yang harus dilunasi kepada rakyat Papua," pungkasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.