Berita Papua Barat

Sulfianto Alias: Restorasi Lahan Gambut di Papua Barat Tidak Dilakukan

Penulis: R Julaini
Editor: Libertus Manik Allo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto bersama Simpul Jaringan Pemantau Gambut Papua Barat dan peserta diseminasi hasil pemantauan restorasi lahan gambut di Papua Barat, Rabu (22/5/2024).

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Simpul Jaringan Pemantau Gambut Papua Barat menggelar diseminasi hasil riset pemantauan organisasi masyarakat sipil berkaitan komitmen dan efektivitas restorasi gambut, Rabu (22/5/2024).

Diseminasi itu dilakukan berdasarkan hasil kajian Perkumpulan Panah Papua, Perkumpulan Mnukwar dan Perkumpulan Oase.

Koordinator Simpul Jaringan Pemantau Gambut Papua Barat, Sulfianto Alias menerangkan pemantauan dilakukan di wilayah konsesi perusahaan di Kabupaten Teluk Bintuni dan Kaimana.

Baca juga: Peringati Hari Bumi 2024, DLH Kaimana Gelar Kemah Konservasi Dekat TPA

Baca juga: Papua Barat Jadi Model Pembangunan Rendah Karbon, Berikut Data Lahan Gambut dan Hutan Mangrove PB

Di dua kabupaten itu, ada tiga perusahaan pemilik konsesi.

"Berdasarkan hasil riset itu, kami menemukan masih minim aktivitas restorasi yang dilakukan perusahaan dan pemerintah," ujar Sulfianto Alias.

Berdasarkan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), luasan lahan di tiga lokasi yang tidak direstorasi disebutnya berkisar 30 ribu hektare.

"Lahan yang harusnya direstorasi juga adalah lahan bekas terbakar berulang-ulang dan telah ditutupi oleh sawit. Tutupan sawit beresiko terjadi kebakaran hutan dan lahan," lanjutnya.

Ia menyebutkan Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Kehutanan serta Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan mengakui kurangnya kewenangan melakukan restorasi lahan gambut.

Minimnya kewenangan itu disebutnya berlaku di wilayah perusahaan berizin.

Pemerintah hanya bisa melakukan restorasi di luar lahan berizin.

Namun, Sulfianto Alias menyatakan pihaknya menemukan usaha untuk restorasi tidak dilakukan sama sekali baik perusahaan maupun pemerintah.

"Hasil diseminasi kita hari ini sebagai bahan evaluasi kepada pemerintah agar melihat pentingnya restorasi," tegasnya.

"Karena tanpa itu ekosistem lahan gambut akan terdegradasi, terancam, terjadi kebakaran hutan dan lahan terus-menerus ketika kemarau serta berdampak pada lingkungan dan masyarakat," kata Sulfianto Alias mengingatkan.

Disisi lain, Sulfianto Alias menyatakan ada dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Lanjut dia, PT Kesatuan Emas Abadi di wilayah Hutan Tanaman Industri misalnya, dibuat kanal di ekosistem gambut lindung.

Halaman
12