Setahun bekerja, Ribut Uripah tidak diberi upah dan dilarang ke luar dari rumah.
Baca juga: Lapas Fakfak Papua Barat Ajukan Remisi Idulfitri untuk 44 Warga Binaan
Merasa tidak betah, Ribut nekat melarikan diri. "Saya kabur lewat pintu kedai di rumah majikan," katanya.
Ia lari ke hutan, semacam perkebunan, dan bertemu sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di sana.
"Ada TKI dari Lampung dan Medan. Mereka tinggal sendiri-sendiri, tapi kami sering ketemu di tempat kerja," ujarnya.
Kemudian, Ribut membangun gubuk kayu sebagai tempat tinggal.
Ia bekerja serabutan, mulai dari menyiangi rumput hingga mengangkut sampah ke kantor pengelola.
"Dibayar sekitar 45 ringgit per hari, tergantung siapa yang mau bayar," ujarnya.
Selama di hutan, Ribut Uripah hidup tanpa alat komunikasi dan memasak memakai kayu bakar di depan gubuknya.
Baca juga: Tergiur Janji Jadi TKI di Arab dengan Gaji Besar, 13 Orang Jadi Korban Perdagangan Manusia
Takut Polisi Malaysia
Ribut mengaku tidak memiliki dokumen resmi selama tinggal di sana sehingga sempat takut untuk berurusan dengan polisi Malaysia.
Nasibnya berubah ketika ada sebuah video tentang kehidupannya viral di media sosial.
Video itu memantik perhatian beberapa pihak, termasuk anggota DPR RI Yoyok Riyo Sudibyo, yang memfasilitasi kepulangan Ribut ke Indonesia.
Proses pemulangannya terbilang cepat, melibatkan KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebelum dijemput keluarganya di Jakarta, Ribut Uripah sempat tinggal di KBRI selama dua minggu.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Alasan Ribut Uripah Tak Bisa Hubungi Keluarga di Batang, 19 Tahun Hidup di Hutan Malaysia Usai Lari