Kisah Atang 64 Tahun, Pedagang Bubur Keliling di Manokwari, 15 Tahun Menabung demi Umroh
Kisah Atang 64 Tahun, Pedagang Bubur Keliling di Manokwari, 15 Tahun Menabung demi Umroh
Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Jefri Susetio
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Beribadah umroh di Mekkah, Arab Saudi, menjadi impian hampir setiap umat Muslim.
Atang (64), seorang penjual bubur kacang keliling di Manokwari, Papua Barat, berhasil mewujudkannya.
Pria paruh baya asal Jawa Barat itu, telah mendorong gerobak bubur kacang kelilingnya, sejak merantau ke Manokwari pada 2007.
"Alhamdulillah Pakde (Bapak) baru balik umroh kemarin. Berangkat 22 Februari 2022 yang lalu, dari hasil tabungan jualan bubur kacang selama ini," kata Atang saat ditemui TribunPapuaBarat.com, Senin (1/8/2022).
Baca juga: Sanksi Pj Gubernur tak Digubris, 10 Pejabat Pemprov Papua Barat Belum Buat LHPN, Sekda Bilang Ini
Baca juga: Cerita Paskali Baronama, Guru Pedalaman Papua Barat, Jalan Kaki Dua Hari Dua Malam Menuju Sekolah
Atang menuturkan, saban hari mendorong gerobak bubur kacangnya, mengelilingi Kota Manokwari.
Ia berangkat pukul mulai 06.00 WIT. Dia memulai perjalanannya dari kontrakan tempat tinggalnya di daerah Wosi, Distrik Manokwari Barat, Manokwari.
Sembari membunyikan terompet kecilnya, Atang berjalan mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong gerobak, hingga pukul 12.00 WIT.
Atang menjual bubur kacang hijau, ketan hitam, dan campuran kacang hijau dan ketan hitam, yang telah ia masak sejak dini hari.
Harganya dibanderol Rp 6 ribu untuk gelas sedang, dan Rp 10 ribu untuk gelas ukuran besar.
Atang mengaku, bisa meraup untung Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu dalam sehari, jika jualannya laku terjual.
Dari penghasilan itulah, Atang mulai menabung di bank, hingga terkumpul Rp 50 juta untuk biaya umroh.
Berniat Pensiun
Setelah impian besarnya terwujud, kini Atang memiliki kerinduan untuk pensiun.
Dia mengeluhkan seluruh otot tubuhnya yang terasa remuk redam.
Bagaimana tidak, ayah empat orang anak itu telah banting tulang sebagai petani sejak masa mudanya.
"Kalau di kampung (Jawa Barat), saya itu petani. Tanam padi dan palawija. Tapi, sering gagal panen. Percuma saya cape-cape cangkul. Jadi saya pilih merantau ke Manokwari," kata Atang.