IMPT Suguhkan Tradisi Budaya Khas Wilayah Pegunungan Tengah saat Penjemputan Puluhan Wisudawan

IMPT Suguhkan Tradisi Budaya Khas Wilayah Pegunungan Tengah saat Penjemputan Puluhan Wisudawan

Penulis: redaksi | Editor: Jefri Susetio
TRIBUNPAPUABARAT.COM//Infak Insaswar Mayor
TRADISI - Ikatan mahasiswa pegunungan tengah (IMPT), melakukan penjemputan pada wisudawan di UNIPA, dengan tradisi budaya, Rabu (10/08/2022) 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Ikatan Mahasiswa Pegunungan Tengah (IMPT) di Manokwari jemput 22 wisudawan Universitas Papua (UNIPA) dengan tradisi budaya. Karena itu, suasana area kampus menjadi meriah.

Ketua Ikatan Mahasiswa Pegunungan Tengah, Fransisku Utii mengatakan, penjemputan mahasiswa yang sarjana merupakan program kerja. Artinya, rutin dilakukan setiap tahun.

"Dan, bersyukur wisudawan wisudawati IMPT dengan tujuan mahasiswa daerah pegunungan tetap melestarikan dan menjaga budaya sekalipun merantau," ujarnya kepada TribunPapuaBarat.com di Sekretariat IMPT, Jalan Gunung Salju, belakang kantor Lurah Amban, Rabu (10/8/2022).

Baca juga: 3 Kakanwil Kemenkeu Mengunjungi Kantor TribunPapuaBarat.com, GM Bisnis: Suatu Penghargaan Buat Kami

Baca juga: DATA Jumlah Dokter Spesialis dan Tenaga Kesehatan di RSUD Provinsi Papua Barat, Sudah Standar !

Berdasarkan pengamatan TribunPapuaBarat.com arak-arakan penjemputan ini berlangsung di sepanjang Jalan Amban. Mulai dari kampus UNIPA sampai Gedung Sekretariat IMPT.

Kegiatan itu sangat menarik karena terorganisir sebab IMPT sudah mempersiapkan sejak lama.

Karena itu, ada panitia yang menggerakkan acara itu.

Mahasiswa yang tergabung di Ikatan Mahasiswa Pegunungan Tengah meliputi daerah wilayah adat Meepago, Lapago. Ada 15 kabupaten yang berada di wilayah tersebut.

"Kami lakukan penjemputan seperti ini sebagai tanda sukacita," katanya.

Adapun latar belakang kegiataan itu menjalankan tradisi atau kebiasaan orangtua dalam berbudaya. Mahasiswa pegunungan tengah lebih menunjukkan garis besar budaya.

Busana yang mencerminkan ciri khas dua wilayah adat ini yakni koteka, yang terbuat dari labu cina atau kalabasah.

Ada juga aksesoris tambahan lainnya seperti panah, kampak dan wajah yang di coret dengan arang.

"Bukan hanya belajar tentang kepemimpinan, tetapi bagaimana cara mempertahankan budaya," ujarnya.

Lebih lanjut, ia bilang wanita menggunakan sali (bajuu adat yang terbuat dari bahan dasar kulit pohon). Wanita juga akan gunakan rumbai hiasan kepala (mahkota).

Tidak semua peserta penjemputan gunakan atribut, namun hanya ada beberapa peserta.

"Busana dan aksesoris adalah milik pribadi," katanya.

Baca juga: KONDISI Lalu Lintas di Seputaran SMKN 3 Kota Sorong Macet, Polisi Kawal Evakuasi Ratusan Siswa

Baca juga: Setelah 5 Jam Terjebak di Sekolah, Ratusan Siswa SMKN-3 Kota Sorong Dievakuasi Pakai Truk

Penuh rasa semangat, persatuan dan kebersamaan mahasiswa pegunungan akan menunjukkan eskpresi mereka dengan berlarian sambil bersahutan "yu" dan "ya".

Perlu diketahui, kedua kata tersebut bukan bahasa daerah dari wilayah Meepago dan Lapago, serta tidak memiliki arti.

Mengakhiri wawancara, Fransiskus berpesan kepada semua pemuda- pemudi dimana saja. Agar tidak hanya belajar untuk menambah wawasan intelektual.

"Biarpun zaman terus berkembang, kita harus pertahankan budaya, karena itu jati diri kita," ungkapnya.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved