Mengenal Landak Papua, Si Mungil Berduri yang Kini Kritis di Tanah Papua
Dosen peternakan Universitas Papua, Freddy Pattiselanno, mengatakan tersisa tiga spesies landak Papua atau ekidna moncong panjang di Tanah Papua
Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Tarsisius Sutomonaio
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Landak Papua atau dikenal ekidna moncong panjang dengan nama ilmiah Zaglossus, merupakan fauna endemik di Tanah Papua.
Dalam daftar merah (red list) International Union for the Conservation of Nature (IUCN) atau Serikat Antarbangsa untuk Konservasi Alam, landak Papua dikategorikan sebagai critically endangered (CR).
Status kritis (CR) artinya landak Papua berisiko punah di alam liar dalam waktu dekat. Karena itu, perlu ada upaya konservasi serius untuk melindungi satwa berduri tersebut.
Dosen peternakan Universitas Papua (Unipa), Freddy Pattiselanno, mengatakan tersisa tiga spesies Zaglossus di Tanah Papua.
Ketiganya yaitu ekidna moncong panjang timur (Zaglossus bartoni), ekidna moncong panjang Sir David (Zaglossus attenboroughi), dan ekidna moncong panjang barat (Zaglossus bruijni).
"Warga lokal menyebut landak Papua sebagai babi duri. Bagi masyarakat adat termasuk hewan pamali untuk diburu dan dimakan," kata Freddy Pattiselanno kepada TribunPapuaBarat.com, Senin (17/10/2022).

Baca juga: Kisah Dosen Peternakan Unipa Freddy Pattiselanno Selamatkan Landak Papua yang Nyaris Punah
Spesies Ekidna moncong panjang barat (Zaglossus bruijni) ditemukan di Semenanjung Kepala Burung dan Pegunungan Foja Provinsi Papua Barat dan Papua.
Tepatnya di daerah dengan dengan ketinggian antara 1.300 dan 4.000 meter atau 4.300 dan 13.100 kaki.
Hewan pemakan rayap dan semut itu menyukai hidup di habitat seperti padang rumput alpine dan hutan pegunungan yang lembab.
Ciri fisik ekidna moncong panjang barat adalah durinya hampir tidak bisa dibedakan dari bulunya yang panjang.
"Bedanya dari spesies Zaglossus lainnya itu dilihat dari jumlah kuku pada kaki depan dan belakang. Ekidna moncong panjang barat punya tiga kuku. Kalau empat, itu sangat langka," kata Freddy Pattiselanno.
Lulusan doktor dari College of Science and Engineering, James Cook University, Cairns, Australia, itu mengatakan, populasi Zaglossus bruijni di alam diduga terus menurun dalam 50 tahun terakhir ini.
Freddy bersyukur karena pada Februari 2018, warga Kampung Bangun Mulia, Distrik Tembuni, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, berhasil memotret rupa ekidna moncong panjang barat.
Padahal, ucap Freddy Pattiselanno, di wilayah Kepala Burung Papua, jejak terakhir Zaglossus bruijni ditemukan pada 1980-an di Kampung Ayawasi, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.
Baca juga: Pohon Akway di Pegunungan Arfak Terancam Punah, Dosen Unipa: Kuliti Saja, Jangan Ditebang
Spesies ekidna moncong panjang timur (Zaglossus bartoni), masih bisa ditemukan terutama di Papua Nugini pada ketinggian antara 2000 dan 3000 meter.