Info Unipa
Kolaborasi UNIPA-Pemkab Sorsel, SSH Distrik Konda Didik 107 Anak Asli Papua
Ia menjelaskan, bahwa aktivitas dan kegiatan belajar di SSH Distrik Konda setiap hari kerja dimulai sejak pukul 06.00 - 17.00 WIT
Penulis: Hans Arnold Kapisa | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Ratusan anak asli Papua di Distrik Konda Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat Daya sedang dibina melalui program pendidikan non formal Sekolah Sepanjang Hari (SSH).
SSH yang merupakan program kolaborasi tim Universitas Papua (UNIPA) dan Pemda Sorong Selatan (Sorsel) dalam upaya pengentasan angka melek huruf ini telah berjalan selama tiga bulan sejak November 2023.
Pengawas program SSH Kabupaten Sorsel, Yan Numberi mengatakan bahwa sampai saat ini sebanyak 107 murid sedang mengikuti kegiatan belajar (literasi dasar) dan pembinaan karakter.
Baca juga: FKIP Unipa Siap Jadi “Oase” Pendidikan di Tengah Konflik Kabupaten Puncak
Baca juga: Hadirkan "SSH" di Sorsel, Prof Fatem: Inovasi Adaptif UNIPA bagi Fatamorgana Pendidikan Tanah Papua
"Progam SSH ini diikuti 107 anak (murid) dengan sebaran 4 kelas, yakni kelas 4, 5, 6 dan kelas penyertaan.
Sementara jumlah tenaga pengajar (guru) sebanyak 12 orang yang terdiri dari 9 orang guru tetap dan 3 orang guru pendamping," ujar Yan melalui siaran pers Tim UNIPA kepada Tribun, Jumat (1/3/2024).
Ia menjelaskan, bahwa aktivitas dan kegiatan belajar di SSH Distrik Konda setiap hari kerja dimulai sejak pukul 06.00 - 17.00 WIT
"Pagi hari ketika tiba di sekolah, para siswa diarahkan untuk mandi, mengantikan busana dari rumah dengan seragam sekolah, menyantap sarapan dan setelah itu mengikuti ibadah pagi selama 30 menit," kata Yan.
Setelah itu, lanjut Yan, kegiatan belajar di kelas dilakukan hingga istirahat siang dan makan siang, dilanjutkan aktivitas belajar hingga pukul 16.30 dan dilanjutkan ibadah penutupan.
Ia mengakui bahwa, awalnya SSH cukup menghadapi tantangan sebab anak-anak usia sekolah di daerah itu sudah tidak sekolah secara baik, karena waktu lebih banyak dihabiskan bersama orang tua untuk berkebun atau melaut.
"Bahkan guru di sekolah SD Konda tidak berada ditempat, kondisi bahan pembelajaran tidak memadai menyebabkan aktivitas di sekolah tidak berjalan normal," imbuhnya mengisahkan.
Keadaan ini, sebut Yan, menjadi tantangan awal ketika SSH akan dimulai, karena cukup susah mengajak anak-anak di daerah itu kembali ke sekolah.
Namun semangat dan kerja keras tim pengelola dengan melakukan dialog dan komunikasi bersama para orang tua, sehingga program SSH dapat diterima.
"Melalui komunikasi aktif dan sosialisasi, para orang tua akhirnya sadar bahwa kegiatan belajar melalui SSH penting dan akan menolong anak-anak mereka untuk menikmati pendidikan demi masa depan mereka," ujarnya.
Pelaksanaan program SSH di Distrik Konda selanjutnya ditinjau oleh Tim UNIPA yang dipimpin langsung oleh Profesor Sepus Fatem selaku Wakil Rektor I UNIPA.
Dikatakan Profesor Fatem, bahwa saat berkunjung ke SD Inpres Konda, terlihat bahwa manajemen SSH telah menyediakan loker, ruang ganti pakaian, ruang ibadah, ruang makan dan tempat mandi.
Bahkan dapur tempat mengolah bahan makanan bagi para murid masih sederhana, menggunakan daun sagu dan kontruksi kayu (rumah kampung).
Tampilannya masih sangat sederhana dan nampak beberapa mama-mama Konda dengan suka cita menyiapkan bahan olahan makanan tradisional untuk bekal anak-anak di SD Inpres Konda.
Namun kata Fatem, bahwa keterbatasan yang ada tidak melemahkan semangat mereka untuk berjuang mengawal anak mereka ke sekolah, menyiapkan bahan makanan, mengolah dan menyajikan bagi para siswa/i SD Inpres Konda.
"Saya memaknai bahwa mama mama ini sangat mendambakan masa depan anak mereka untuk menjadi generasi emas Indonesia di Tanah Tehit, Tanah Konda, Negeri Sorong Selatan," ujar Profesor Fatem.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.