Berita Papua Barat
Konservasi Sumber Daya Rotan di Papua: Peluang Besar Bagi Masyarakat Adat
Rotan tumbuh dengan cara merambat pada pohon, membentuk batang yang panjang dan fleksibel.
Penulis: Matius Pilamo Siep | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Prof Rudi Maturbongs menyatakan bahwa konservasi sumber daya rotan di Papua memiliki potensi besar yang perlu didukung oleh semua stekholther untuk pembangunan daerah.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Rudi mengungkapkan bahwa keberagaman dan potensi rotan di Papua tidak hanya menjadi bahan baku kerajinan, tetapi juga memiliki peluang besar bagi ekonomi masyarakat, jika dikelola dengan baik dan berkelanjutan.
"Pulau Papua dikenal memiliki potensi rotan yang sangat besar dan beragam," ucapnya saat diwawancarai TribunPapuaBarat.com di Amban, Manokwari, Papua Barat, Senin (17/3/2025).
Baca juga: Kisah Perjalanan Panjang Prof Rudi Jadi Guru Besar di Universitas Papua
Baca juga: UNIPA Kukuhkan Tujuh Guru Besar, Tonggak Sejarah Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ia menambahakn rotan yang ditemukan di wilayah ini, selain digunakan untuk berbagai kerajinan tangan, juga menjadi komoditas ekspor yang penting.
Lanjutnya, rotan di Papua banyak ditemukan di sekitar aliran sungai dalam kawasan hutan, yang memiliki iklim lembab dan ketersediaan air sepanjang tahun.
Rotan tumbuh dengan cara merambat pada pohon, membentuk batang yang panjang dan fleksibel.
Prof. Rudi menjelaskan bahwa pada dekade 1980-an, Indonesia mengklaim menyuplai 85 hingga 90 persen rotan dunia.
"Saat ini, tujuan ekspor rotan mencakup negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Uni Eropa, dan Jepang, dengan sebagian besar ekspor berasal dari hutan alam,"katanya.
Meski begitu, ia mengatakan pemanfaatan rotan di Papua masih dilakukan secara subsistem, padahal potensi sumber daya alam ini sangat besar dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
Masyarakat Papua, menurut Prof Rudi, sudah memiliki keahlian dalam mengelola rotan, mulai dari desain hingga pembuatan kerajinan tangan.
Keterampilan ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, dari membuat konstruksi hingga alat perang tradisional.
Oleh karena itu, dengan potensi yang ada, sangat penting untuk mengubah pengelolaan rotan dari subsistem menjadi ekonomi komersial yang lebih menguntungkan bagi masyarakat lokal.
"Di Papua, terdapat dua jenis rotan utama yaitu Colomus dan Corthalsia. Terdapat 39 spesies rotan yang terdiri dari 36 spesies dari marga Colomus dan dua spesies dari marga Corthalsia,"ujarnnya.
Menariknya, ia menambahakan rotan-rotan ini merupakan tanaman endemik yang hanya ditemukan di Papua, meskipun sebagian besar spesiesnya belum terjangkau oleh eksplorasi di hutan belantara.
Prof Rudi menekankan bahwa potensi rotan Papua sangat besar, setara dengan hutan-hutan rotan yang sudah diekspor ke luar negeri.
Namun, ia mengamati ada ancaman terhadap keberlanjutan habitat rotan muncul akibat alih fungsi lahan yang dilakukan untuk kegiatan pembangunan.
"pengelolaan rotan yang berbasis konservasi berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjaga keberadaan rotan ini dan memastikan bahwa manfaat ekonominya bisa dinikmati oleh generasi mendatang," ujar Prof.Rudi.
Prof Rudi membeberkan rotan di Papua tidak hanya digunakan untuk kerajinan, tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi bagi masyarakat adat.
Misalnya, suku Ketengbang di pedalaman Papua menggunakan rotan untuk membuat busana dan berbagai alat tradisional, sedangkan suku Arfak menggunakan dua jenis rotan untuk membangun rumah adat mereka yang dikenal sebagai rumah kaki seribu.
"Tanpa rotan, masyarakat adat Papua akan kesulitan mendapatkan bahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka," tuturnya.
Prof. Rudi menegaskan bahwa penting bagi masyarakat untuk melibatkan diri dalam pengelolaan rotan secara berkelanjutan.
Salah satu solusi yang diusulkan Prof Rudi adalah teknik "potong tanam", di mana setelah rotan dipanen, ia harus ditanam kembali untuk memastikan ketersediaan rotan di masa depan.
Selain itu, ia mengungkapkan untuk menjaga keberlanjutan rotan, sinergitas antara pemerintah, masyarakat, Jurnalis dan LSM sangat diperlukan.
Pemerintah dapat berperan dengan menyediakan tempat, pelatihan, serta fasilitas yang dibutuhkan masyarakat untuk mengolah rotan secara mandiri dan berkelanjutan.
"Jika pengelolaan rotan dilakukan dengan baik, maka selain menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat adat, rotan juga dapat menjadi komoditas yang bernilai tinggi di pasar global," tandasnya.
Lanjut dia, saat ini rotan dari Papua belum sepenuhnya dipublikasikan ke pasar internasional.
"Ada kemungkinan bahwa sejumlah pihak sengaja menyembunyikan potensi rotan Papua karena ingin menghindari persaingan dalam perdagangan rotan,"ucapnya.
Oleh karena itu, untuk mengangkat potensi rotan, penting untuk menciptakan industri rotan berbasis masyarakat lokal yang bisa mengelola rotan secara mandiri dan berkelanjutan.
"Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus bersinergi untuk memastikan bahwa rotan tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Papua dan dapat dimanfaatkan secara maksimal di pasar global,"pungkasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.