BEM UNIPA Suarakan Isu Masyarakat Adat Papua di Kongres BEM SI

Ia menilai isu ini sebagai bagian dari perjuangan keadilan sosial, perlindungan lingkungan hidup, dan pemenuhan hak asasi manusia. 

Istimewa
Suasana Kongres ke-18 Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang digelar di Aula Asrama Haji, Padang, Sumatra Barat. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Papua (UNIPA) menyuarakan isu ancaman terhadap hak-hak masyarakat adat di Tanah Papua.

Isu ini diangkat dalam momentum Kongres ke-18 Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang digelar di Aula Asrama Haji, Padang, Sumatra Barat.

Menurut keterang Presiden Mahasiswa (Presma) UNIPA, Yenuson Rumaikeuw, kegiatan ini menjadi ajang konsolidasi nasional bagi ratusan perwakilan mahasiswa dari berbagai universitas se-Indonesia untuk menyusun arah gerakan serta agenda kerja nasional BEM SI ke depan.

Baca juga: Dewan Adat Dorong Bahasa Daerah Kaimana Dimasukkan Dalam Mulok Sekolah 

Baca juga: Pemkab Fakfak dan Kaleka Gelar Konsultasi Publik RPPLH Berbasis Adat, Pertama di Indonesia

Yenuson menyampaikan isu ancaman terhadap hak-hak masyarakat adat di Tanah Papua menjadi salah satu prioritas BEM SI dalam kongers.

Ia menilai isu ini sebagai bagian dari perjuangan keadilan sosial, perlindungan lingkungan hidup, dan pemenuhan hak asasi manusia. 

"Isu ini mendapat dukungan luas dan berhasil ditetapkan sebagai salah satu pos isu prioritas BEM SI 2025–2026," ucap Yenuson melului pesan WhatsApp yang diterima Tribun, Minggu (20/7/2025).

Yenuson Rumakewu menegaskan pentingnya membawa isu masyarakat adat Papua ke forum nasional.

“Masyarakat adat di Papua sedang menghadapi ancaman sistemik dari ekspansi kekuasaan korporasi atas tanah adat mereka, baik dari tambang, sawit, maupun proyek strategis nasional," ujarnya.

Tambahnya, ini bukan isu lokal, ini persoalan kemanusiaan yang menyangkut hak hidup dan keberlanjutan lingkungan. 

"BEM SI harus berdiri bersama rakyat, termasuk masyarakat adat Papua yang hari ini paling rentan dilanggar haknya," tegasnya.

Yenuson juga menyoroti lemahnya peran negara dan lembaga adat Papua dalam melindungi masyarakat adat.

“Harus ada perhatian serius dari pemerintah, baik lembaga eksekutif, legislatif, maupun khususnya lembaga kultur orang asli Papua seperti Majelis Rakyat Papua (MRP).

Dikatakannya, selama ini amati MRP justru sering mengambil keputusan yang tidak berpihak pada masyarakat adat, bahkan terkesan melayani kepentingan elite dan investor. 

Akibatnya, perjuangan masyarakat adat untuk hidup aman dan damai di atas tanah mereka sendiri berubah menjadi tekanan dan penderitaan.

Ia juga mendorong agar forum BEM SI ini menjadi titik tolak untuk mendesak segera pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved