TRIBUNPAPUABARAT.COM,MANOKWARI - Anggota DPD RI asal Papua Barat, Dr Filep Wamafma kembali menyoroti pemindahan smelter atau pabrik pengolahan bijih logam PT Freeport dari tahan Papua ke Gresik Jawa Timur.
Filep Wamafma menyatakan bahwa pemindahan smelter itu dengan tegas telah ditolak sejak awal, karena dinilai tidak masuk akal.
"Saya sebut tak masuk akal, karena sumber daya alamnya di Papua, tapi smelter-nya di luar Papua," kata Filep Wamafma kepada wartawan di Manokwari, Senin (24/3/2025).
Bahkan kata Filep Wamafma, fakta saat ini limbah berbahaya dari aktivitas tambang dibuang di Papua, sementara kekayaan (hasil) justru dinikmati di luar Papua.
Baca juga: Filep Wamafma Soroti Angka Pengangguran Sarjana Capai 300 Ribu: Masih Bergantung Rekrutmen PNS
"Ini bukan sekadar kepentingan ekonomi, tapi asas keadilan yang berakar dari masalah sosial dan politik harus diperhatikan," kata Filep Wamafma.
Sehingga menurutnya, bahwa ketidakadilan melalui pengelolaan sumber daya alam justru menjadi salah satu faktor pemicu ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat.
Yang lebih ironi, kata Filep Wamafma, bahwa saat peresmian smelter Freeport di Gresik tidak nampak perwakilan pejabat dari Papua.
"Saya perlu mempertanyakan hal ini, kenapa tidak ada perwakilan pejabat dari Papua yang diundang, dan bagian inilah yang sering kali membuat orang Papua antipati terhadap pemerintah pusat," tegasnya.
Lebih lanjut Ketua STIH Manokwari ini menyatakan bahwa, meski smelter Freeport di Gresik sudah diresmikan, namun Ia berharap agar pemerintah wajib memberikan perhatian serius terhadap dampak ekonomi bagi Papua.
"Harus ada dampak bagi Papua terutama dalam hal rekrutmen tenaga kerja," ujarnya.
Baca juga: PTFI Sebut Pembangunan Smelter di Fakfak Papua Barat Jadi Poin Penting Pembahasan dalam IUPK
Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa hingga saat ini belum terlihat strategi konkret dari Presiden Prabowo Subianto dalam membangun Papua.
Keputusan untuk membangun smelter di luar Papua tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat, menurutnya hanya akan memperpanjang persoalan kepercayaan antara Papua dan Jakarta.
"Kita tentu mendukung program pemerintah yang telah dipertimbangkan dari berbagai aspek, tetapi kita ingin mengingatkan bahwa persoalan ini belum selesai. Masih ada pola pikir di Papua bahwa negara tidak adil," ujarnya.