Kafe Batas Kopi Manokwari Papua Barat, Usung Konsep Terbuka dengan Andalan Espresso
Batas Kopi berada di kawasan Wosi dalam menuju Lembah Hijau dan SMA Negeri 2 Manokwari, di Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, Papua Barat.
Penulis: R Julaini | Editor: Haryanto
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Di bawah pohon ketapang, kawasan Wosi dalam, 10 orang duduk bercengkrama.
Ada tawa menghiasi percakapan mereka, Senin (23/1/2023) sekira pukul 20.06 WIT.
Ke-10 orang yang kebanyakan lelaki muda, duduk pada bangku beton yang dibentuk persegi panjang.
Mirip tempat duduk panjang di sekolah dasar pada umumnya. Bedanya hanya pada bahan dasar.
Kursi dibentuk semi permanen di depan rumah berwarna putih, kawasan Wosi dalam menuju Lembah Hijau dan SMA Negeri 2 Manokwari, di Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, Papua Barat.
Tidak ada tanda pengenal. Tapi orang bisa tahu, bahwa di tempat itu ada rumah berwarna putih, yang di bagian pintunya terdapat tulisan ‘BATAS’ dengan hufur kapital.
Baca juga: Sosok Yusuf Sawaki, Dosen Sekaligus Pengusaha Konveksi hingga Kopi di Manokwari
Itulah Batas Kopi.
Pengelola Batas Kopi, Ayu (26) menyebut, sengaja tidak mencatut nama usaha di depan pintu masuk.
Tulisan ‘BATAS’ di pintu masuk Batas Kopi bahkan baru disematkan dua bulan terakhir.
"Usahanya sudah buka sejak November, 2021. Konsepnya memang begini saja, seperti rumah yang punya halaman luas," kata dia.
Dengan konsep itu, Ayu percaya pengunjung Batas Kopi dapat bersantai walaupun suasana setiap hari ramai.
Ayu bahkan menginginkan setiap pengunjung berbaur dengan pengunjung lain.
Operasional Batas Kopi dimulai sejak 17.00 - 24.00 WIT.
Februari 2023, dia punya rencana operasional Batas Kopi dimulai sejak pagi.
Batas Kopi, tidak menargetkan usia tertentu, namun terbuka kepada semua umur.
"Karena harga yang kita patok juga bervariasi. Dari harga Rp 11.000 - 45.000," sebut Ayu.
Baca juga: Pasar Kopi Papua Makin Luas, Dosen Unipa Yusuf Sawaki Promosikan Sasha Hingga ke Surabaya
Secara pasar, espresso menjadi andalan Batas Kopi dan paling diminati.
Di urutan kedua, kopi yang disajikan secara manual.
Sehari-hari, ada tiga orang yang bertugas mengoperasikan dapur di Batas Kopi. Salah satunya Fasya Fadli (30).
Fadli masih bertugas di dapur ketika saat Tribun datang pukul 19.55 WIT.
Tapi, dia menyanggupi permintaan untuk diwawancara.
Meski belakangan, Ayu memberikan salam terlebih dahulu.
Isyarat, dia sangat siap memenuhi permintaan wawancara.
Baca juga: Cerita Arif Rimosan, Buat Honai Kopi untuk Inspirasi Anak Muda Papua Jadi Pengusaha
Kata Fadli, Sejak dibuka operasionalnya November 2021, baru dua bulan belakangan Batas Kopi dibenahi.
Sebelum akhir 2022, sejumlah kursi terbuat dari kayu.
Baru Januari 2023 ini sebagian besar kursi dibuat semi permanen berbahan beton.
Satu hal kebanggaan Fadli, yakni tiadanya live music di Batas Kopi. Seperti umum di rumah kopi lainnya.
Fadli punya alasan tiadanya live music. Ini bisa lebih membuat pengunjung santai. Lebih bisa bercengkrama secara leluasa.
"Konsep Batas Kopi dasarnya untuk orang bercerita. Makanya sengaja tempat duduk dibuat panjang, meja juga berdekatan," jelas Fadli.
Baca juga: Budidaya Kopi Arabika Unggul, BPTP Papua Barat Beri 1000 Benih Bagi Petani Pegunungan Arfak
Selain menyiapkan operasional pagi, Fadli menyebut ada rencana membuat even kopi, dan pelatihan kerajinan.
"Kita mau siapkan tempat. Biar anak muda bisa berekspresi. Kita rasa selama ini belum ada ruang untuk itu. Biar saluran ekspresinya di sini saja," potong Ayu.
"Perlahan lahan kita menuju ke sana. Karena masih ada beberapa perbaikan internal (dekorasi). Apalagi ada rencana penambahan bagian semi indoor," sambung Fadli.
Sampai kini, halaman Batas Kopi tidak menggunakan atap.
Fadli banyak bertemu orang baru dan jadi teman selama bekerja di Batas Kopi.
Itu dialaminya sejak berdomisili di Manokwari dalam satu setengah tahun.
Sedangkan Ayu, yang lahir di Manokwari, menilai keramaian dan sosialisasi jadi hal yang berkesan didapatnya selama Batas Kopi beroperasi.
"Karena banyak masukan dari pengunjung yang juga kami tampung idenya. Sering bertukar pikiran," jelas Ayu.
Baca juga: Belum Banyak Wanita Manokwari Bisnis Kopi, Olyvia Samber Rintis Opi Kopi, Begini Kisahnya
Ayu berharap, anak muda di Manokwari dan umumnya di Papua, mengembangkan lebih jauh minatnya dalam usaha kopi.
Dia bahkan mengajak orang yang memiliki minat tinggi dalam pengembangan usaha kopi untuk datang dan saling berbagi.
Sementara Fadli menilai, secara umum, belum banyak orang di Papua yang hanya mengenal kopi secara luar dan tidak mendalaminya.
"Kebanyakan yang dipahami baru soal kopi tubruk. Padahal ada kopi manual. Rasanya pun ada yang memang manis," sebut Fadli.
Ayu bersyukur usaha Batas Kopi bisa berkembang sampai saat ini. Sebab, usaha Batas Kopi dibuka pada saat pandemi hampir saja mereda.
"Iya memang ada dampaknya. Tapi awal-awal saja. Karena dua bulan setelah buka, akhirnya tempat ini ramai juga," kata Ayu dengan semangat.
(*)
Klarifikasi Ketua Komite SD Inpres 22 Wosi Soal Dana BOS dan Pengadaan Buku Pelajaran |
![]() |
---|
DPRK Manokwari Mediasi Persoalan SD Inpres 22 Wosi, Orang Tua dan Guru Saling Tegang soal Dana BOS |
![]() |
---|
Harga Sembako di Pasar Wosi Naik, Pedagang Keluhkan Daya Beli Menurun |
![]() |
---|
Jemaat GKI Efrata Wosi Pawai Obor Rayakan Paskah Kebangkitan Kristus di Manokwari |
![]() |
---|
Harga Bawang Merah dan Putih di Pasar Wosi Capai Rp 60.000 per Kilogram |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.