SMKN 1 Fakfak Dipalang

Palang SMKN 1 Fakfak Dibuka, Pemilik Hak Ulayat Minta Kejelasan Keputusan Hukum

Dari lubuk hati terdalam, kami meminta maaf untuk anak murid, orangtua dan para guru, tetapi kami di sini posisinya hanya menuntut hak kami

Penulis: Aldi Bimantara | Editor: Libertus Manik Allo
TribunPapuaBarat.com//Aldi Bimantara
Bupati Fakfak Untung Tamsil saat bertemu bersama masyarakat pemilik hak ulayat SMK Negeri 1 Fakfak untuk meminta palangnya dibuka dan anak murid bisa kembali belajar di kelas, Kamis (31/8/2023). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, FAKFAK - Pasca pemalangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Fakfak di Kampung Purwasak, Distrik Fakfak Barat dibuka, pemilik hak ulayat meminta dengan tegas kejelasan keputusan hukum.

Hal itu disampaikan salah satu pemilik hak ulayat, Rahman Patiran kepada TribunPapuaBarat.com di Fakfak Papua Barat, Kamis (31/8/2023).

"Hari ini kita delapan orang dan dua marga bersepakat untuk membuka palang di SMK Negeri 1 Fakfak," ujarnya.

Ia mengatakan, dengan kehadiran Bupati Fakfak Untung Tamsil di tengah masyarakat Kampung Purwasak, khususnya pemilik hak ulayat tanah tentu menjadi suatu kebanggaan dan rasa hormat.

"Akhirnya kerinduan kami telah diobati dengan kehadiran beliau langsung di tempat ini," ujar Rahman.

Rahman menuturkan, pihak keluarga meminta ada keputusan hukum yang inkrah, sehingga tidak ada lagi pemalangan berikut yang menjadi dosa turunan bagi anak cucu nantinya.

Selain itu, ia juga meminta maaf kepada orang tua murid, dewan guru dan masyarakat Fakfak terhadap pemalangan yang terjadi sehingga anak-anak murid tidak dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik.

"Dari lubuk hati terdalam, kami meminta maaf untuk anak murid, orangtua dan para guru, tetapi kami di sini posisinya hanya menuntut hak kami," jelasnya.

Sekadar diketahui, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Fakfak yang terletak di Kampung Purwasak, Distrik Fakfak Barat sempat mengalami pemalangan oleh masyarakat pemilik hak ulayat.

Pemalangan tersebut bukan baru pertama kalinya, sudah sering kali berulang karena tidak terjadinya komunikasi yang intens untuk menghasilkan kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat.

Sejak tahun 2020 lalu, pemalangan yang ditandai dengan pemasangan halangan berupa bambu di pintu gerbang sekolah tersebut juga pernah dilakukan karena Pemerintah dinilai belum membayar  pelepasan tanah seluas 13 hektar tersebut.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved