Berita Manokwari
Maria Nauw: Eksistensi dan Keterlibatan Perempuan Asli Papua pada Politik Praktis Perlu Diberdayakan
“Karena hanya perempuan yang paham masalah yang mereka hadapi dan apa yang dibutuhkan,” pungkas Monica Maria Nauw.
Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Pengamat budaya dari Universitas Papua (Unipa) Monica Maria Nauw mendorong eksistensi dan keterlibatan perempuan asli Papua dalam politik praktis Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Kepala Pusat Studi Bahasa dan Budaya Unipa, itu menilai keterlibatan perempuan asli Papua dalam dunia politik sebagai calon legislatif (caleg) masih minim.
Hal ini salah satunya ia amati dari minimnya baliho di sepanjang jalan Manokwari, yang menampilkan wajah perempuan asli Papua siap berkontestasi dalam Pemilu 2024.
Baca juga: Oknum Pejabat Teluk Bintuni Terlibat Politik Praktis, Elias Idie: Tinggal Bawa Rekomendasi
Baca juga: Akademisi Unipa Maria Nauw: Terjadi Politisasi Nama Fam/Keret Asli Papua di Era Otsus
”Melihat fenomena ini sejenak saya tertegun dan berpikir, apakah berpolitik merupakan hal tabu dalam mindset (pola pikir) perempuan Papua?” ungkap Monica Maria Nauw dalam keterangan resmi yang diterima TribunPapuaBarat.com, Selasa (9/1/2024).
Lulusan Doktor Antropologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, itu menilai, kekuatan hukum untuk keterlibatan perempuan di parlemen juga masih rendah.
Seperti terlihat dari Pasal 8 Ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024, kuota perempuan adalah kurang dari 30 persen.
Untuk itu, ia berharap, fenomena sosial dan budaya terkait peran perempuan Papua dalam politik ini harus ditanggapi serius.
Terutama perhatian dan pemberdayaan dari instansi pemerintah dan lembaga terkait, seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Majelis Rakyat Papua khususmya dari divisi perempuan.
Perempuan kelahiran Manokwari, 1 Maret 1974, itu menegaskan, dengan memberdayakan perempuan asli Papua dalam politk praktis berarti meningkatkan angka keterwakilan perempuan Papua di parlemen.
Dengan begitu, ia yakin mampu berpengaruh terhadap isu dan kebijakan terkait keadilan dan kesetaraan gender. Serta, mampu merespon masalah utama yang dihadapi perempuan asli Papua.
“Karena hanya perempuan yang paham masalah yang mereka hadapi dan apa yang dibutuhkan,” pungkas Monica Maria Nauw.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.