Info Unipa

Antropolog Unipa Maria Nauw Nilai OAP Masih Jadi Pemilih Emosional di Pemilu 2024

Ia menilai, pemilih OAP seharusnya merujuk kepada perwakilan OAP yang ikut berkontestasi dalam Pesta Demokrasi 2024.

TribunPapuaBarat.com//Kresensia Kurniawati Mala Pasa
Dosen Antropologi Universitas Papua (Unipa) Monika Maria Nauw 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Dari 138.128 daftar pemilih tetap (DPT) di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, pemilih orang asli Papua (OAP) dianggap masih tergolong pemilih emosional atau pemilih pragmatis dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Antropolog dari Universitas Papua (Unipa) Monica Maria Nauw menilai, pemilih OAP belum berkembang menjadi pemilih rasional.

Lantaran, pilihannya terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden RI maupun calon legislatif (caleg) masih didasari bantuan atau manfaat yang diterima secara langsung pada waktu tertentu.

Baca juga: Akademisi Unipa Maria Nauw: Terjadi Politisasi Nama Fam/Keret Asli Papua di Era Otsus

Baca juga: Maria Nauw: Eksistensi dan Keterlibatan Perempuan Asli Papua pada Politik Praktis Perlu Diberdayakan

“Tahun ini masyarakat orang asli Papua belum menentukan orang yang tepat (caleg), memilih berdasarkan apa yang dikasih,” ujar Monica Maria Nauw saat diwawancarai TribunPapuaBarat.com via telepon, pada Rabu (21/2/2024).

Menurut lulusan Doktor Antropologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu, pilihan masyarakat harus dilandaskan dari visi dan misi yang dapat dipertanggungjawabkan para caleg dalam lima tahun ke depan.

Karya nyata bagi masyarakat itulah yang menjadi tolok ukur untuk dapat dipilih kembali dalam Pemilu selanjutnya.

Ia menilai, pemilih OAP seharusnya merujuk kepada perwakilan OAP yang ikut berkontestasi dalam Pesta Demokrasi 2024.

Sehingga, para caleg OAP yang terpilih nantinya dapat menjalankan sederet program atau menyusun regulasi yang memproteksi orang Papua.

“Kalau masyarakat mencoblos karena uang dan serangan fajar sudah selesai, ketika mereka (caleg) di DPR merasa tidak ada utang atau kewajiban menyampaikan aspirasi masyarakat,” jelasnya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, para penyelenggara Pemilu mesti tak bosan menyosialisasikan pendidikan politik kepada masyarakat adat maupun lembaga perempuan.

Di sisi lain, para caleg yang nantinya menduduki kursi parlemen harus memberdayakan masyarakat yang telah memilih mereka.

Ia mencontohkan, pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi kreatif atau memfasilitasi karang taruna untuk menyelamatkan pemuda yang terjerumus dalam miras.

Serta, dengan cara memproteksi kearifan lokal masyarakat seperti budaya makan pinang orang Papua.

“Anggota DPR harus lihat di TPS (tempat pemungutan suara) dimana masyarakat sudah memilih mereka, berdayakan masyarakat yang ada,” tandas Monica Maria Nauw.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved