Mahasiswa Jayawijaya di Manokwari Tolak Program 2.000 Hektare Sawah Baru di Wamena

"Pemerintah memproyeksikan 2.000 hektare sawah baru dibuka di Kabupaten Jayawijaya dan distrik sekitarnyal," katanya.

TribunPapuaBarat.com/Matius Pilamo Siep
SAWAH BAU - Solidaritas Mahasiswa Jayawijaya Kota Studi Manokwari menolak Program Strategis Nasional (PSN) terkait pembukaan sawah baru seluas 2.000 hektare di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Pernyataan sikap ini disampaikan dalam jumpa di Aula Asrama Mahasiswa Jayawijaya, Amban, Manokwari, Kamis (20/11/2025) malam. 

Sekretaris Solidaritas Mahasiswa Jayawijaya Manokwari, Paskalis Haluk, menyoroti banjir besar yang melanda Lembah Baliem pada pertengahan 2025 sebagai bukti rapuhnya ekosistem akibat sedimentasi sungai, penebangan kayu, galian C, dan sampah.

“Pemda seharusnya fokus pada pencegahan banjir sebelum memaksakan proyek besar seperti ini. Jika tidak, masyarakat Hubula akan kembali menjadi korban,”katanya.

Baca juga: Komunitas Tangan Kasih Manokwari Galang Dana untuk Korban Banjir Jayawijaya

Selain itu, dikatakannya, ekosistem Lembah Baliem disebut memiliki karakter unik seperti lahan gambut, hutan rawa, dan kawasan resapan air. 

Menurutnya, pengelolaan sawah berskala besar dikhawatirkan memicu kebakaran lahan savana, berkurangnya sumber air, hingga kerusakan habitat satwa liar.

Lebih lanjut, Paskalis Haluk mengatakan bagi masyarakat adat Jayawijaya, tanah bukan sekadar ruang ekonomi, tetapi bagian dari identitas, spiritualitas, dan kesinambungan antar-generasi.

“Tanah adalah mama, sumber hidup. Bukan barang dagangan," katanya.

Ia menilai jika cetak sawah baru yang dilakukan tanpa perlindungan adat, maka akan terjadi pergeseran sosial budaya, hilangnya ruang ritual, potensi migrasi penduduk luar, hingga konflik agraria jangka panjang.

Ia pun membeberkan beberapa kajian dari dosen Universitas Papua (Unipa) yang menyatakan karakter tanah Jayawijaya tidak seluruhnya cocok untuk padi sawah.

Kemudian, curah hujan ekstrem, suhu dingin, dan lahan gambut berisiko menyebabkan banjir dan sedimentasi Sungai Baliem dan sebagian besar kampung belum memiliki Poktan/Gapoktan aktif.

Selain itu, infrastruktur pendukung seperti irigasi, jalan produksi, dan gudang belum tersedia. Penyuluh pertanian terbatasjuga dan petani belum mendapatkan pelatihan teknis.

Baca juga: Mahasiswa dan OKP Cipayung Plus di Manokwari Galang Dana Korban Banjir di Jayawijaya 

Melalui kajian tersebut, Paskalis Haluk menilai dorongan sawah skala besar tanpa fondasi kelembagaan akan menciptakan ketergantungan jangka panjang pada pemerintah dan meningkatkan risiko gagal panen.

Adapun beberapa tuntutan oleh Solidaritas Mahasiswa Jayawijaya Kota Studi Manokwari, antara lain sebagai berikut :

1. Menolak program cetak sawah 2.000 hektare yang dinilai tidak mempertimbangkan fungsi ekologis dan budaya masyarakat Hubula.

2. Mendesak Pemda memprioritaskan penanganan banjir sebelum melanjutkan proyek strategis tersebut.

3. Meminta Pemda, DPRK, DPRP segera menetapkan Perdasus dan Perda Masyarakat Hukum Adat serta memfasilitasi pemetaan wilayah adat.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved