KPK Turun ke Papua Barat, Sebut Kepatuhan Penyelenggara Negara Rendah, Banyak Malas ke Kantor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun ke Papua Barat untuk melakukan koordinasi. Sebab, kepatuhan penyelenggara negara sangat rendah
Penulis: R Julaini | Editor: Jefri Susetio
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rapat koordinasi dengan Pemerintah Daerah Papua Barat di Gedung PKK, Arfai, Manokwari, Rabu (14/7/2022) malam.
Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V, KPK RI, Dian Patria mengatakan, KPK menilai kepatuhan penyelenggara negara di seluruh wilayah Papua Barat rendah.
Berdasarkan catatan KPK, ada 26 pejabat eksekutif dan 17 anggota DPR Papua Barat belum memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2021 melalui website e-lhkpn.
"Kita petakan kepatuhan penyelenggara negara baik di provinsi, kabupaten dan kota," ujar Dian saat ditemui awak media sesuai rapat koordinasi dengan pemerintah daerah di Gedung PKK, Arfai, Manokwari, Rabu malam (14/7/2022).
Baca juga: SELAMAT, PASI Kaimana Juara Umum Kejurda Atletik 2022 Papua Barat, Raih 8 Emas
Baca juga: Kapolres Manokwari Pimpin Apel Gelar Pasukan Pengamanan Demo Tolak DOB
Dalam menuntaskan masalah ini, ia akan bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Menurut dia, masalah kepatuhan ASN di Papua Barat sudah dibiarkan berlarut-larut.
Apabila tidak segera dibereskan maka berdampak terhadap integritas dan akuntabilitas.
"Masalah birokrasi, patologi birokrasi, kita bereskan dulu. Malas ke kantor, aset kendaraan dan rumah dinas merasa dimiliki sendiri," katanya.
Ia menduga, masalah yang terjadi di lingkungan birokrasi disebabkan oleh tingginya nepotisme. Kondisi di Papua Barat, berbeda dari provinsi lainnya di Indonesia.
"Faktanya demikian," ucapnya.
Ia kemudian mengapresiasi ketegasan dari Penjabat Gubernur Papua Barat Komjen Pol (Purn) Paulus Waterpauw yang menunda pemberian tambahan penghasilan pegawai (TPP) bagi ASN yang belum menyerahkan LHKPN.
Rendahnya kepatuhan penyelenggara negara berpotensi merugikan keuangan negara, bilamana sanksi tidak diterapkan.
"Saya sepakat dengan PJ gubernur. Penyelenggara negara dibereskan dulu," terang Dian Patria.
"Kalau ngomong terus, cape," kata dia lagi.
Tak hanya itu, ego sektoral di lingkup pemerintah provinsi dan kabupaten/kota masih sangat tinggi.
Bahkan, ada ASN yang tidak tanggung-tanggung melawan kepala daerah.
"Bupati sudah instruksikan pakai surat, tidak muncul," jelas Dian.
Baca juga: BREAKING NEWS: Ratusan Personil Gabungan Dikerahkan untuk Amankan Demo Tolak DOB di Manokwari
Baca juga: Imbauan BMKG terkait Cuaca di Sorong Papua Barat: Waspadai Puncak Musim Hujan
Sebelumnya, Inspektur Papua Barat, Sugiyono menerangkan, Penjabat Gubernur Papua Barat telah mengeluarkan surat penundaan pembayaran TPP untuk 26 ASN di lingkup pemerintah provinsi.
Pembayaran dapat dilakukan setelah puluhan ASN tersebut menyelesaikan tanggung jawab LHKPN.
"Tergantung masing-masing pejabat, apakah punya integritas atau tidak," sebut Sugiyono.
Pemerintah, kata dia, berulangkali mengimbau agar penyelenggara negara segera menyelesaikan LHKPN hingga batas waktu yang ditentukan yakni 31 Maret 2021.
Pemerintah kemudian memberikan sanksi penundaan TPP, sesuai aturan dan perintah dari KPK.
Puluhan pejabat itu meliputi dua kepala dinas, sembilan kepala bidang, dua kepala biro, lima kepala bagian, tiga sekretaris, dua bendahara, dan tiga kelompok kerja.
Terpisah, Ketua DPR Papua Barat, Orgenes Wonggor mengakui bahwa belasan anggota legislatif termasuk dirinya belum melaporkan harta kekayaan sesuai perintah undang-undang.
Ia telah berkoordinasi dengan 16 anggota legislatif lainnya agar secepatnya menyelesaikan LHKPN.
"Saya sudah berkoordinasi dengan teman-teman lainnya supaya segera berikan laporan," ucap Wonggor.
Menurut dia, keterlambatan memberikan laporan disebabkan perhitungan harta tidak bergerak yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
"Tapi tidak apa-apa, saya dan anggota lainnya segera melapor," pungkas Wonggor.
(*)