Pengembangan Ekowisata di Pegunungan Arfak, Wakil Rektor UNIPA Sepus Fatem: Ada 10 Spot Potensial

"Ada juga kawasan agro wisata atau wisata yang terintegrasi dengan produk pertanian. Pegunungan Arfak terkenal dengan potensi pertanian," Sepus Fatem

Penulis: R Julaini | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Fakultas Kehutanan UNIPA
Satu dari sejumlah rancangan lokasi ekowisata di Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat, yang akan dikembangkan bersama oleh Fakultas Kehutanan Universitas Papua dan Pemprov Papua Barat. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Fakultas Kehutanan Universitas Papua bekerja sama memetakan potensi Ekowisata dan Desain Tapak untuk pengembangan potensi ekowisata di Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Pemetaan potensi yang dilakukan sejak September hingga Desember 2023 itu merupakan pengembangan platform pembangunan berkelanjutan di tanah Papua khususnya Papua Barat.

Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIPA, Prof Dr Sepus M Fatem, Sabtu (17/2/2024) menerangkan sudah teridentifikasi 10 titik atau lokasi potensial ekowisata di Pegunungan Arfak.

"Ada lokasi pengamatan burung (bird watching) sekitar enam, danau Anggi Gigi dan Anggi Gida untuk spot foto, juga ekowisata untuk bunga dataran tinggi karena potensinya ada 35 jenis yang endemik dan memiliki nilai eksotik dan unik," kata Sepus Fatem.

"Ada juga kawasan agro wisata atau wisata yang terintegrasi dengan produk pertanian. Pegunungan Arfak terkenal dengan potensi pertanian seperti sayur," ujarnya.

Baca juga: UNIPA Lepas 16 Peserta PMM ke 9 Kampus, Sepus Fatem: Mengenal Sistem Akademik dan Jaringan Mahasiswa

 

Penyusunan Desain Tapak itu sekaligus penyusunan rencana anggaran belanja dan strategi pengembangan.

Menurut Sepus Fatem, hal itu sudah diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak serta Pemprov Papua Barat untuk ditindaklanjuti ke kementerian.

Kabupaten Pegunungan Arfak dari sisi pola dan struktur ruang terbatas karena hampir 80 persen masuk kategori konservasi.

Ia menyebut risiko banjir dan erosi pun tinggi karena kemiringan di daerah itu mencapai 40 persen di hampir 70 persen total luasan wilayah Pegunungan Arfak.

Karena itu, Fakultas Kehutanan Universitas Papua dan Pemkab Pegunungan Arfak telah mendorong pengembangan sektor wisata.

"Satu di antara yang terkenal di sana sekarang yakni Air Terjun Sisran dengan ketinggian 35 meter. Banyak sekali wisatawan kesana termasuk spot foto di Puncak Ulon dan Kobrey," katanya.

Baca juga: Fahutan Unipa Perkuat Relasi dengan Dunia Usaha dan Industri, Jonni Marwa: Jembatan bagi Alumni

Bupati Pegunungan Arfak, Yosias Saroy, dan Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIPA, Prof Dr Sepus M Fatem (tengah) berfoto bersama setelah mengkaji ekowisata Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Bupati Pegunungan Arfak, Yosias Saroy, dan Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIPA, Prof Dr Sepus M Fatem (tengah) berfoto bersama setelah mengkaji ekowisata Pegunungan Arfak, Papua Barat. (Fakultas Kehutanan UNIPA)

Ia menyebut ekowisata Papua Barat yang harus digenjot karena Raja Ampat, Sorong, Maybrat, Tambrauw sudah masuk provinsi lain.

Tantangan terberat, kata Sepus Fatem, ialah mengkaji dan menata ulang potensi alam yang bisa dijadikan destinasi wisata di Papua Barat.

"Pegunungan Arfak adalah salah satu yang kita nominasikan untuk didorong sebagai kawasan andalan ekowisata di Papua Barat," kata wakil rektor UNIPA itu.

Menurutnya, butuh aksesibilitas mulai dari infrastruktur jalan, jembatan, atraksi, dan amenitas. Amenitas adalah tempat tinggal atau penginapan, suvenir serta kenyamanan wisatawan.

"Kami merekomendasikan ekowisata di Pegunungan Arfak itu community basic eco-tourism atau ekowisata yang digerakkan oleh masyarakat adat," kata Sepus Fatem.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved