Luncurkan "Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires", Yafed Syufi: Buku Ajar S1 dan S2

Buku Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires itu disebutnya merupakan riset yang berlangsung selama enam bulan pada 2019.

Penulis: R Julaini | Editor: Tarsisius Sutomonaio
TRIBUNPAPUABARAT.COM/RACHMAT R JULAINI
Dr Yafed Syufi saat peluncuran dan bedah buku Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires itu di Ruang Melanesia, Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA, Kamis (21/3/2024). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Peluncuran dan bedah buku berjudul Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua diwarnai aksi tidak biasa.

Penulis buku itu, Dr Yafed Syufi, secara cuma-cuma membagikan buku yang ia tulis.

Ia juga membagikan buah rambutan dan makanan yang ia masak sendiri berupa nasi dengan lauk telur dan sayur juga singkong goreng ke peserta peluncuran dan bedah buku.

Peluncuran dan bedah buku Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires itu berlangsung di Ruang Melanesia, Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA, Kamis (21/3/2024).

Dr Yafed Syufi kepada Tribunpapuabarat.com mengatakan sangat senang dengan kedatangan para mahasiswa dan dosen dalam peluncuran dan bedah buku yang ditulisnya itu.

"Kehadiran dan masukan yang disampaikan ke saya itu positif. Banyak yang hadir karena mungkin acara begini jarang ada," ujarnya.

Baca juga: UNIPA Tingkatkan Kapasitas Internet 1,1 Gbps, Meky Sagrim: Yakin dan Percaya Tidak Ada Kendala Lagi

 

Dosen linguistik (kebahasaan) di UNIPA ini berujar buku Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires itu memuat representasi bahasa dengan lingkungan terutama sagu serta flora dan fauna yang hidup di sekitar sagu.

Irires merupakan suku yang mendiami salah satu wilayah di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya.

Yafed menyebut flora yang menggantungkan hidupnya pada sagu ialah tanaman epifit tanaman yang menumpang hidupnya pada sagu karena membutuhkan air hujan.

Fauna yang menggantungkan hidup pada sagu ada beberapa macam seperti kumbang, ulat sagu serta manusia.

"Karena manusia juga mengonsumsi sagu toh? Untuk papeda atau sagu bakar misalnya," katanya.

Sagu bagi orang Irires, ucapnya, representasi hidup manusia Irires. Ada tempat rawa dan tumbuh sagu, dipastikan orang Irires hidup di sekitarnya.

Baca juga: Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA Bahas Buku Ekolinguistik: Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires

Di situ, ia menyebut ada representasi lingkungan alam, manusia dan Tuhan atau dikenal tiga dimensi.

"Sebab pada saat sebelum mengolah sagu mereka harus ada upacara adat, tradisi, persembahan kepada Tuhan," kata Yafed Syufi.

"Supaya Tuhan memberikan sagu atau tepung sagu yang banyak buat mereka bisa makan dan berbagi ke keluarga." 

Sagu bagi orang Irires dan orang Papua pada umumnya bukanlah makanan yang dikonsumsi sendiri karena ada relasi sosial di dalamnya.

Ia menyebut di tempat lain, sagu bisa menjadi mas kawin. Bagi orang Irires, sagu ditujukan bagi kehidupan bersama.

"Artinya berbagi kasih dengan orang lain. Tidak boleh konsumsi sendiri," ujar Yafed Syufi.

Ia menyebut sagu di wilayah suku Irires masih ada dan terus diolah. Demikian leksikon atas sagu tidak hilang.

Baca juga: Pemilihan Rektor UNIPA Masuk Tahap Penyaringan, Obadja A Fenetiruma: Satu Peserta Harus Gugur

Jika leksikon itu hilang, ia memastikan hal itu bisa berdampak pada hilangnya suatu bahasa.

"Maka ini perlu kita tulis. Dalam istilah bahasa itu dikenal innet artinya bahasa itu dia datang sendiri dan berkembang secara turun temurun," ucap Yafed Syufi.

Bahasa-bahasa lokal banyak hilang, ucapnya, karena tergerus bahasa asing seperti bahasa Inggris.

Ia mengingatkan justru orang luar negeri banyak mempelajari bahasa lokal.

Kekayaan atas bahasa lokal sebagai aset bangsa diingatkannya untuk dijaga dan dikembangkan dengan menulis dan mengangkatnya ke forum-forum resmi.

Untuk itu ia mengajak semua pihak menuliskan ilmunya dan tidak menyimpan ilmu untuk diri masing-masing.

Baca juga: Panitia Sebut Empat Peserta Seleksi Rektor UNIPA Wajib Penuhi 3 Kriteria Ini

"Kalau kita simpan di benak kita saja, nanti orang lain tidak tahu. Makanya harus dituliskan biar orang lain baca," kata Yafed Syufi.

Buku Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires itu disebutnya merupakan riset yang berlangsung selama enam bulan pada 2019.

"Penelitian lapangan bukan penelitian kepustakaan. Riset lapangan. Penelitian primer," sebutnya.

Para peserta peluncuran dan bedah buku berasal dari mahasiswa, dosen serta Ketua Jurusan Antropologi UNIPA, Musa Ayorbaba dan Dekan Fakultas Sastra dan Budaya UNIPA, Hendrik Arwan yang juga membuka acara.

Bedah buku dipandu Roberthus Yewen yang juga editor buku dan Dr Monica M Nauw sebagai penanggap atas bedah buku.

Buku Ekolinguistik Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires itu juga direncanakan menjadi buku ajar bagi mahasiswa jenjang S1 dan S2.

"Sudah. Saya sudah berikan (bagikan)," kata Yafed Syufi.

Baca juga: Ini Program Strategis Peningkatan Kualitas Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua pada 2024

PROFIL:

Yafed Syufi

Lahir di Miri, 5 Desember 1971

Pendidikan:

SD YPPK Asiti 1986

SMP Negeri Kebar 1986-1989

SMA YPPK Santo Agustinus Sorong 1991-1993

S1 Sastra Indonesia Universitas Negeri Manado 2001

S2 Linguistik Universitas Gajah Mada 2007-2009

S3 Ilmu Linguistik Universitas Udayana 2016-2019

Karya:

1. Potret Suku Irires

2. Pemetaan Kebudayaan Kabupaten Tambrauw

3. Cerita Rakyat Suku Irires

4. Sejarah Kampung Distrik Senopi Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat

5. Meneropong Suku Mpur di Kabupaten Tambrauw Papua Barat

6. Alih Bahasa Ekolinguistik

Karya yang diluncurkan:

EKOLINGUISTIK Kesaguan Flora dan Fauna Bahasa Irires

x+94 halaman

Penerbit Samudra Biru, Juni 2023

Editor Roberthus Yewen

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved