Cerita Septi, Sempat Putus Asa Karena Tunanetra, Kini Lincah Bermain Gitar dan Menabuh Drum

Septinus Manggaprou atau yang akrab disapa Septi, mengalami depresi berat ketika memasuki usia belasan tahun karena menyandang tunanetra. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM/Kresensia Kurniawati Mala Pasa
TUNANETRA MANDIRI- Septinus Manggaprou (kiri) bersama isterinya Febi Selaya (kanan) di kediaman mereka di kompleks Taman Ria, Kelurahan Wosi, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Rabu (21/9/2022). Keduanya penyandang tunanetra sejak usia tiga tahun. Mereka hidup mandiri berbekal pengetahuan yang diperoleh setelah mengenyam pendidikan di SLB.  

"Sa pergi ikut teman-teman. Tong ke Jayapura, Sorong, Nabire. Tahun 2009, baru sa ke Manokwari, sampai sekarang ini," tutur warga kompleks Taman Ria, Kelurahan Wosi, Manokwari itu.

Dia mengatakan, alasannya merantau, yakni ingin hidup mandiri. Terlepas dari ketergantungan orang tuanya selama ini.

Keset dari sabut kelapa, sapu lidi, dan keterampilan pijat tradisional, itulah yang ditawarkan Septi untuk mendatangkan pundi-pundi rupiah.

Kendati tergolong disabilitas, Septi enggan menjadi seorang pengemis.

Selama masih bernapas dan kaki tangannya masih bekerja dengan baik, ia akan berjuang untuk makan dari hasil keringatnya sendiri.

"Sa tra takut tersesat di tempat baru karena Tuhan sudah kasih tong insting itu. Malah tong yang sering tuntun arah untuk tukang ojek," ujarnya.

Baca juga: Berangkat dari Literasi, Kegigihan Anak Arfak Berantas Buta Aksara Difilmkan

Terpilih Jadi Ketua DPC Pertuni Manokwari

Jiwa kepemimpinan Septi membuatnya terpilih menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kabupaten Manokwari.

Pemilihannya melalui musyawarah cabang pada Rabu (15/6/2022).

Sebagai ketua, Septi bercita-cita mengkampanyekan pentingnya mengenyam pendidikan bagi para penyandang disabilitas, khususnya tunanetra.

Menurut dia, masih banyak tunanetra di kampung pedalaman Manokwari yang hingga saat ini mengisolasi diri.

Situasi itu akibat ketidakpercayaan diri untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya.

Septi percaya, dengan bersekolah, derajat penyandang disabilitas bisa terangkat dan membuat mereka bisa hidup mandiri dan berdaya saing dengan orang normal di lingkungan kerja.

"Pesannya tong harus tetap melangkah, jangan menyerah," kata Septinus Manggaprou.(*)

 


 

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved