Kisah Arnold Ergor dan Yosefina Mambrasar di Manokwari, Tebar Ilmu Daur Ulang Sampah

Yosefina Mambrasar kerap menerima sumbangan sampah plastik, khususnya botol plastik dari anak-anak sekitar yang secara sukarela memungutnya

TRIBUNPAPUABARAT.COM/KRESENSIA KURNIAWATI MALA PASA
DAUR SAMPAH – Arnold Ergor dan Yosefina Mambrasar menunjukkan hasil daur ulang sampah di pameran yang digelar DLHP Papua Barat pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Senin (5/6/2023). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Arnold Ergor dan Yosefina Mambrasar tak sungkan menebar ilmu tentang cara daur ulang sampah kepada warga Manokwari, Papua Barat.

Pasangan suami-isteri yang memiliki usaha pembuatan furnitur berbahan sampah sejak 2017, ini kerap diundang menjadi pemateri di sekolah maupun diklat.

Arnold Ergor mengatakan, hal itu dilakukan dengan legawa untuk menyebarluaskan pendidikan ramah lingkungan kepada pelajar dan masyarakat umum.

"Pertama-tama tong (kita/kami) latih anak-anak dalam keluarga dulu. Karena awalnya kan memang produk daur ulang sampah hanya tong dalam keluarga yang pakai," kata Arnold Ergor kepada TribunPapuaBarat.com, di Manokwari, Rabu (21/6/2023).

Arnold mengaku pernah menjadi pemateri sewaktu masih aktif mengelola usaha pembuatan kursi dari drum bekas di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Baca juga: Kisah Arnold Ergor dan Yosefina Mambrasar di Manokwari, Sulap Sampah Jadi Furnitur Cantik

 

Kala itu ia diundang oleh Profesional Jaringan Mitra Negara (Projamin) Kabupaten Mimika untuk membina anggota Karang Taruna Arso, Kabupaten Keerom.

"Di situ sa latih bagaimana buat kerajinan dari botol plastik," kata pria kelahiran Kokonao (Mimika), 26 Agustus 1975 itu.

Saat Arnold Ergor aktif berbagi ilmu di Provinsi Papua, sang istri, Yosefina Mambrasar yang saat itu sudah berada di Manokwari, sibuk menebar ilmu di tengah keluarga dan warga sekitar.

Rumah keduanya beralamat di Jalan Litbang-Anggori, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.

Yosefina mengaku, pintu rumah keduanya terbuka bagi siapa saja yang mau belajar cara daur ulang sampah.

"Sa punya taman baca, jadi di situ sa ajar anak-anak cara bikin tempat pensil dari botol plastik bekas," terang Yosefina Mambrasar.

Baca juga: Koperasi Produsen Pengelola Sampah Manokwari Tercekik Biaya Operasional, Butuh Insenerator Tambahan

Ia mengaku, kerap diundang jadi guru tamu SD Inpres 09 Anggori untuk mengajari para siswa membuat aneka kreasi dari sampah.

Paling sederhana, ucapnya, membuat bunga dari plastik atau kotak pensil berbentuk mobil-mobilan dari sampah botol plastik.

Ia menyebut, tak sulit mendapatkan pasokan botol plastik, baik untuk menjalankan usahanya maupun untuk demonstrasi cara daur ulang.

Selain ia dan keluarganya berseliweran di sekitar lingkungan untuk mengumpulkan sampah plastik.

Ia pun kerap menerima sumbangan sampah plastik, khususnya botol plastik dari anak-anak sekitar yang secara sukarela memungutnya di pinggir jalan.

"Jadi anak-anak kecil yang biasa kumpul dan kasih di tong," kata Yosefina Mambrasar.

Baca juga: Kisah Alex Tahan Malu dari Wisatawan Denmark karena Sampah di Teluk Doreri Manokwari

Ia berharap, usaha daur ulang sampah mereka semakin berkembang.

Dengan begitu, ia pun dapat berbagi pendapatan bagi para pemasok sampah plastik kepada mereka.

"Selama ini kan, dong kasih tong botol plastik, tapi sukarela saja begitu. Tong belum bisa kasih imbalan apa-apa," tutur ibu lima anak itu.

Diwartakan TribunPapuaBarat.com sebelumnya, Arnold Ergor menceritakan, sepak mula usaha daur sampah ketika masih menjadi karyawan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Saat itu, kata dia, lingkungan tempat tinggalnya jadi langganan banjir. Salah satu penyebabnya yaitu sampah yang menutup sistem drainase.

Pria berusia 47 tahun, itupun sadar kalau limbah anorganik yang banyak dihasilkan oleh PT Freeport yaitu ban dan drum bekas.

“Padahal ban yang tong kasih biar saja di lingkungan, malah jadi sarangnya jentik nyamuk,” ungkap ayah lima anak itu.

Baca juga: Pemkab Manokwari Bakal Identifikasi Ulang Potensi PAD, Khususnya Perda Retribusi Sampah

Alhasil, mulai Maret 2017, Arnold bersama empat orang rekannya yang kala itu sedang mencari pekerjaan, mengubah ban dan drum bekas menjadi kursi.

Departemen Social dan Local Development (SLD) PT Freeport, pun melirik usaha ramah lingkungan besutan Arnold dan kawan-kawan.

Mereka bergabung di rumah kreasi bersama yang memfasilitasi promosi dan jual-beli produk daur ulang sampah anorganik milik Arnold.

Dua tahun berselang, Arnold minta berhenti bekerja di perusahaan tambang terkemuka di dunia itu, setelah 23 tahun mengabdi sebagai karyawan.

Ia lalu kembali ke Manokwari, berkumpul bersama istri dan anaknya di rumah mereka yang beralamat di Jalan Litbang-Anggori, Manokwari, Papua Barat.

“Sebenarnya di tahun 2017, istri dan anak-anak di Manokwari juga ikut daur ulang sampah. Tapi, masih sebatas untuk dalam keluarga saja,” kata Arnold Ergor.

Ia menyebut, usaha daur ulang sampah yang mempraktikkan ekonomi sirkular, tersebut mulai merambah pasar yang lebih luas di Manokwari pada tahun 2021.

Baca juga: Viral Pesisir Pulau Lemon Manokwari Papua Barat Jadi Lautan Sampah

Aksi promosi lewat media sosial pribadi seperti Facebook dan WhatsApp, membuat pesanan mulai berdatangan.

Satu set furnitur dari sampah yang terdiri dari dua kursi dan satu meja, dibanderol harga Rp 1,3 juta.

Kursi yang berbahan dasar susunan 36 botol plastik sekali pakai (ukuran standar diameter 40 m), itu diakui Arnold mampu manahan beban 90 kg dan tahan hingga satu tahun.

Keterampilan membuat kursi dan meja dari sampah, itu dipelajari Arnold kala jadi siswa jurusan fabrikasi logasm di STM Siwalima Langgur, Tual, Maluku Tenggara.

“Dari pengalaman itu tambah tong juga belajar lagi dari Youtube, akhirnya bisa bikin lebih banyak kreasi dari sampah,” kata Arnold Ergor.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved