Imigrasi Manokwari
Lima Tahun Terakhir Ada Kasus Perdagangan Orang, Imigrasi Manokwari Gelar Sosialisasi TPPO dan TPPM
Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagian besar dialami oleh perempuan dan anak
Penulis: Kresensia Kurniawati Mala Pasa | Editor: Libertus Manik Allo
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Manokwari menggelar sosialisasi pencegahan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan tindak pidana penyelundupan manusia (TPPM), di hotel Aston Niu Manokwari, Jumat (8/9/2023).
Sosialisasi dilakukan bagi para pemohon Dokumen Perjalanan Republik Indonesia (DPRI) di wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Manokwari tahun 2023.
Para peserta sosialisasi terdiri dari perwakilan pelajar, biro perjalanan dan wartawan di Manokwari.
Baca juga: Imigrasi Manokwari Kembali Buka Layanan SI MALEO di MCM
Baca juga: Kantor Imigrasi Manokwari Gelar Layanan Paspor, Taufiqurrakhman: Serentak se-Indonesia
Sementara, pemateri berasal dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Papua Barat dan Polda Papua Barat.
Kepala Bidang Perizinan dan Informasi Keimigrasian Lexie Aldrin Mangindaan mengatakan, TPPO merupakan kejahatan kemanusiaan yang sangat kompleks.
Oleh sebab itu, butuh kerja bersama yang harmonis dan sinergitas lintas pihak terkait untuk memberantasTPPO dari hulu sampai hilir di Indonesia.
"Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagian besar dialami oleh perempuan dan anak," ungkap Lexie Aldrin Mangindaan saat membacakan sambutan Kakanwil Kemenkumham Papua Barat.
Menyikapi fenomena tersebut, menurut dia, mesti meningkatkan perlindungan bagi perempuan dari berbagai tindak kekerasan, termasuk TPPO.
Ditandai dengan meningkatnya upaya-upaya pencegahan, efektivitas pelayanan, serta pemberdayaan korban.
Diakuinya, tantangan yang dihadapi dalam pemberantasan TPPO di antaranya masih beragamnya pemahaman, kapasitas dan kapabilitas para pengampu di daerah dalam pendataan dan penanganan kekerasan berbasis gender.
“Serta, masih beragamnya komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan layanan dasar,” ujarnya.
Bripka I Putu Agus Kamiarta, Ba Subdit 4 Renakta Polda Papua Barat membeberkan, dalam lima tahun terakhir ada sembilan kasus TPPO.
Terdiri dari satu kasus di tahun 2019, dua kasus di tahun 2021, empat kasus di tahun 2022, serta dua kasus di tahun 2023.
Ia mengaku, sejauh ini kasus yang ditangani adalah TPPO anak di bawah umur untuk menjadi pekerja seks komersial.
“Daerah asal kebanyakan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, sementara Papua Barat jadi daerah tujuan,” ungkapnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papuabarat/foto/bank/originals/Imigrasi-sosialisasi-TPPO.jpg)