Hari Otsus 2025

Presma Universitas Papua Soroti 24 Tahun Otsus: Yang Menikmati Hanya Pejabat

Meski Otsus berjalan hampir seperempat abad, Yenuson Rumaikeuw menilai banyak sektor di Papua masih tertinggal. 

TribunPapuaBarat.com/Matius Pilamo Siep
HARI OTSUS - Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Papua (UNIPA), Yenuson Rumaikeuw, menilai Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua belum memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan orang asli Papua (OAP). 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Papua (UNIPA), Yenuson Rumaikeuw, menilai Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua belum memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan orang asli Papua (OAP).

Hal tersebut disampaikan dalam momentum peringatan 24 tahun otonomi khusus di Papua, Jumat  21 November 2025.

“Sejak Otsus hadir, sampai hari ini, tidak ada perubahan berarti bagi orang asli Papua,” katanya di Sekertariat BEM UNIPA, Amban, Kabupaten Manokwari, Jumat (21/11/2025) malam.

Menurutnya, Otsus tidak lahir atas permintaan masyarakat Papua, melainkan kebijakan negara yang dilatarbelakangi kepentingan kekuasaan dan sumber daya alam Papua.

Ia menyebut ada empat aspek sejarah panjang yang tidak boleh dilupakan terkait lahirnya otonomi khusus.

Sejarah aneksasi bangsa Papua, penentu nasib sendiri, pelanggaran HAM berkepanjangan, dan pembangunan. 

Pembangunan antara lain di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur.

Baca juga: Konvoi Hari Otsus, Ratusan OAP bersama 8 Suku Asli Kaimana: Kami Mampu jadi Tuan di Negeri Sendiri 

 

 

Selain itu, Yenuson Rumaikeuw 100 perwakilan masyarakat Papua yang menyampaikan aspirasi ke Jakarta pada 1999 dan kembali pada 2000 tidak berujung pada penentuan nasib sendiri, melainkan diterbitkannya UU Otsus pada 2001.

Ia mengatakan otonomi khusus bukan soal uang, tapi orang Papua itu sendiri.

Meski Otsus berjalan hampir seperempat abad, Yenuson Rumaikeuw menilai banyak sektor di Papua masih tertinggal. 

Antara lain pelanggaran HAM, pengambilalihan tanah ulayat masyarakat adat, investasi skala besar, serta pengiriman militer tidak sesuai regulasi dan justru menambah konflik sosial.

Presma turut menyoroti kewenangan daerah yang dianggap tidak berjalan sebagaimana amanat otonomi khusus.

Menurutnya, lembaga legislatif daerah dan lembaga kultur orang Papua seperti MRP tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengatur daerah sendiri.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved