Breaking News

Info UNIPA

Akademisi Unipa Agus Sumule Dorong Program Inklusif Melalui Sekolah Sepanjang Hari

“Tetapi, sekolah sepanjang hari untuk tingkat sekolah dasar termasuk inklusif,” tegas peneliti demografi Papua dan Papua Barat itu.

|
Tribunpapuabarat.com//Rachmat Julaini
SEKOLAH INKLUSIF - Akademisi Unipa Agus Sumule saat diwawancarai TribunPapuaBarat.com, di Manokwari, Senin (20/11/2023). Ia mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Papua melalui program inklusif seperti sekolah sepanjang hari. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI – Peringatan Hari Guru Nasional dan hari ulang tahun ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada Sabtu, (25/11/2023) menjadi kesempatan introspeksi potret pendidikan di Tanah Air.

Akademisi Universitas Papua (Unipa) Agus Sumule menilai, pendidikan di Tanah Papua semestinya lebih baik karena didukung dengan dana otonomi khusus (Otsus) yang bernilai miliaran rupiah.

Menurut Agus Sumule, tolok ukur keberhasilan pembangunan pendidikan menggunakan dana Otsus yakni melalui program inklusif yang merujuk pada pembangunan di tingkat kampung.

Baca juga: Refleksi HGN 2023, Hermus Indou: Wujudkan Pendidikan yang Merata dan Kesejahteraan Guru di Manokwari

Baca juga: HUT ke-78 PGRI, Penanda Tekad  Mengakselerasi Kemajuan Sistem Pendidikan Indonesia

Artinya, pendidikan yang dirasakan masyarakat kampung harus sama berkualitasnya dengan pendidikan di kawasan urban.

Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten di Tanah Papua untuk meneladan program sekolah sepanjang hari (SSH) yang telah diterapkan di Kabupaten Sorong Selatan.

Diketahui, Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli meluncurkan program sekolah sepanjang hari (SSH) di SD Inpres 11 Konda, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya, pada Sabtu (11/11/2023).

“Kirim anak-anak ke luar negeri memang penting, tapi itu termasuk eksklusif. Begitupun dengan pendidikan berasrama, karena tidak semua anak Papua bisa,” ungkap Agus Sumule saat diwawancarai TribunPapuaBarat.com, di Manokwari, Minggu (26/11/2023).

“Tetapi, sekolah sepanjang hari untuk tingkat sekolah dasar termasuk inklusif,” tegas peneliti demografi Papua dan Papua Barat itu.

Ia mengatakan, untuk menerapkan program SSH di kampung, mesti ditunjang koneksi internet yang stabil, air bersih dan listrik.

Salah satu sumber pendanaan dalam kerangka Otsus yakni dana tambahan infrastruktur (DTI) yang dalam UU 2/2021, DTI digunakan untuk infrastruktur perhubungan, air bersih, energi listrik, telekomunikasi dan sanitasi lingkungan.

Di tingkat kampung, ucapnya, maka penggunaan DTI harus diprioritaskan di sekolah, puskesmas atau puskesmas pembantu, dan fasilitas publik lainnya.

“Bangun di mana selama ini. Kalau kita lihat sekolah tingkat di kota itu biasa, tapi kalau sekolah bertingkat di kampung dengan komputer, nah itu baru dikatakan inklusif,” tuturnya.

Ia menjelaskan, skenario SSH sebagai berikut, pagi-pagi para siswa sudah ke sekolah, lanjut mandi, mengenakan seragam, sarapan, pembinaan rohani, pelajaran normal lalu makan siang di sekolah.

Pada waktu sore, para siswa melakukan pengayaan entah berupa olahraga seperti karate atau pelajaran tambahan.

Setelah itu, ucapnya, para siswa mandi sore dan menikmati makanan ringan, kemudian pembinaan rohani, dan kembali ke rumah masing-masing.

Halaman
123
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved