Kasus Rudapaksa dan Pelecehan Seksual Tak Bisa Pakai Restorative Justice 

Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, pernah menyinggung tentang adanya upaya jual beli restorative justice.

TribunAmbon.com
ILUSTRASI RUDAPAKSA - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan kasus rudapaksa dan pelecehan seksual tak bisa dihentikan karena alasan restorative justice. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM - Penyidikan kasus rudapaksa dan pelecehan seksual tak bisa dihentikan karena alasan restorative justice.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan kasus eksploitasi seksual pun tidak termasuk kategori kasus yang bisa dihentikan berdasarkan keadilan restoratif.

"Kasus pemerkosaan menimbulkan traumatis berkepanjangan terhadap korban juga berdampak luas kepada masyarakat," katanya melalui rilis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (18/1/2023).

Bahkan, ucapnya, Kejaksaan Agung akan menindak jika ada praktik jual beli keadilan restoratif (restorative justice) di lingkungan penegak hukum, khusus di kejaksaan.

Ada ancaman pidana bagi pelaku praktik jual beli restorative justice.

Menurutnya, warga bisa melapor ke pimpinan Kejaksaaan kalau menemukan tindakan indisipliner, ketidakprofesionalan, penyalahgunaan kewenangan dan tindakan-tindakan tercela yang dapat mencederai rasa keadilan.

Kejaksaan disebut tidak segan untuk mempidanakan pelaku jika laporan dari masyarakat itu mengandung kebenaran.

Baca juga: Satreskrim Polresta Manokwari Urus 78 Kasus pada April 2023, 30 Perkara Pakai Restorative Justice

 

"Penegakan hukum humanis yang kami tunjukkan kepada masyarakat, jangan sampai disalahgunakan," kata Ketut Sumedana.

Pertimbangan utama restorative justice adalah upaya perdamaian dari kedua belah pihak, korban/keluarganya memaafkan pelaku tindak pidana.

Penerapan restorative justice, ucapnya, dibatasu ketentuan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, antara lain:

Pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis)

Ancaman hukumannya tidak lebih dari 5 tahun

Kerugian yang diderita korban tidak lebih dari Rp 2.500.000

Tindak pidana yang dilakukan tidak berdampak luas ke masyarakat.

Baca juga: Kejari Kaimana Usulkan Restorative Justice Perkara Penganiayaan di Kaimana

Kasus pemerkosaan atau kasus rudapaksa, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual tidak memiliki persyaratan-persyaratan itu.

Ia menyebut restorative justice sudah memperoleh pengakuan dan penghargaan internasional.

Dampaknya pun luar biasa karena dapat mengurangi resistensi di masyarakat.

Keadilan restoratif pun memberikan efek jera berupa sanksi sosial dan dapat mengurangi biaya yang tinggi dalam penegakan hukum.

"Penerapan restorative justice harus kita jaga bersama demi penegakan hukum yang lebih baik dan humanis," kata Ketut Sumedana.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun, pernah menyinggung tentang adanya upaya jual beli restorative justice.

Penerapan keadilan restoratif bergeser karena justru memberikan kesempatan untuk orang berekonomi tinggi untuk membeli keadilan.

"Ini enggak main-main ya, saya lihat di lapangan, restorative justice ini sudah mulai jual-menjual," kata mantan Wakapolri itu saat rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (16/1/2023).

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kejagung: Kasus Rudapaksa dan Pelecehan Seksual Tak Bisa Dihentikan dengan Restorative Justice 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved