Berita Manokwari

Kisah Otobaja Tarami, dari Pemburu jadi Pelestari Penyu, Masuk Nominasi Penerima Kalpataru 2023

Mendirikan penakaran penyu sebagai cara ia menebus dosa tatkala menjadi predator penyu

|
TribunPapuaBarat.com//Kresensia Kurniawati Mala Pasa
PERAIH KALPATARU – Otobaja Tarami (66) berfoto dengan tukik penyu belimbing (kiri) dan tukik penyu lekang (kanan) di konstelasi Konservasi Penangkaran Penyu Manduni Putera di Kampung Mubraidiba, Distrik Manokwari Utara, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Minggu (16/4/2023). Otobaja Tarami terpilih menjadi nominasi dari Provinsi Papua Barat sebagai peraih Kalpataru 2023. 

TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Pendiri penangkaran Penyu Manduni Putera, Otobaja Tarami (66) masuk dalam nominasi peraih Kalpataru 2023.

Saat ditemui, Oto dan kedua rekannya, sedang menenteng ember berisi air laut dari Pantai Asai Teluk Indah ke konstelasi penangkaran penyu.

Cuaca kala itu di Kampung Mubraidiba, Distrik Manokwari Utara, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, mendung disertai angin kencang.

Baca juga: Cara Komunitas Ketapang Kwawi Melestarikan Penyu di Manokwari

Baca juga: Kisah Pasutri Panutan Buat Penangkaran Penyu, Sudah Lepas 3 Ribuan Tukik di Pantai Bremi Manokwari

Air itu kemudian ditumpahkan di dua bak penampung.

Masing-masing berisi tukik penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dan penyu lekang atau sisik semu (Lepidochelys olivacea), berusia satu minggu.

“Air di bak (berisi tukik) harus diganti dua kali seminggu. Jadi begini sudah, tong (kita) ambil air laut dari pantai, isi di bak, “ kata Otobaja Tarami kepada TribunPapuaBarat.com.

Pria kelahiran Serui, 28 Oktober 1956 itu mengatakan, penangkaran penyu tersebut dirintis sejak 2015.

Oto tidak pernah mengenyam sekolah atau latihan khusus tentang bagaimana cara penangkaran penyu.

Semua itu ia lakukan bermodal ingatan masa kecil di Serui.

Kala itu, Oto membenamkan telur penyu di ember berisi pasir dan menjaga suhunya tetap stabil, antara 27 ℃ sampai 30 ℃. 

Enam puluh hari kemudian, telur itu menetas dan menyembul seekor anak penyu lekang.

Kendati begitu, Oto muda tidak berhenti memburu penyu untuk menjual telur dan dagingnya di pasaran.

Tiap musim bertelur penyu yakni pada Februari, Maret, April, Mei, Oktober, November dan Desember, Oto siap memburu keempat jenis penyu yang naik bertelur di bibir pantai saat siang dan malam hari.

Oto menyebut, daging satu ekor penyu hijau (Chelonia mydas) di pasar ‘gelap’ bisa dibanderol harga Rp 200 sampai 300 ribu.

"Untuk jenis penyu lain yang bisa ditemukan di sepanjang Pantai Amban sampai Kali Kasih, yaitu penyu sisik dengan nama latin Eretmochelys imbricata," ungkapnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved