Dinkes Papua Barat: Imunisasi HPV Bukan Melegalkan Pergaulan Bebas
"Ini murni perlindungan. HPV pada perempuan menyebabkan kanker serviks, pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung di Indonesia," kata dr Nurmawati
TRIBUNPAPUABARAT.COM, MANOKWARI - Angka pemberian imunisasi human papillomavirus (HPV) belum menggembira di Papua Barat.
Meskipun ada kenaikan jumlah pemberian imunisasi HPV dari tahun ke tahun, angka tersebut belum sesuai harapan.
"Pada 2023, capaian kami rendah. Padahal alokasi vaksin hanya 50 persen dari jumlah sasaran," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Papua Barat, dr Nurmawati, dalam Podcast Kitorang Bicara di studio Tribunpapuabarat.com, Rabu (13/11/2025).
Ia berharap angka tersebut terus meningkat hingga akhir tahun nanti.
"Pada tahun 2025, sedang berjalan, pemberian imunisasi HPV sudah 60 persen dengan alokasi vaksin 100 persen dari jumlah sasaran," ujarnya.
Perkembangan tersebut, ucapnya, tidak terlepas dari Gerakan Berlian (Bersatu Lengkapi Imunisasi Anak) yang diinisiasi UNICEF (United Nations Children's Fund).
Ia menyatakan sasaran imunisasi HPV adalah anak perempuan kelas V dan VI SD atau anak perempuan usia 11 dan 12 tahun.
Menurut Nurmawati, banyak salah persepsi hingga hoaks mengenai imunisasi HPV, terutama sejak pandemi Covid-19.
Ada yang menganggap imunisasi itu menyebabkan autisme.
Baca juga: Hoaks Imunisasi HPV Penyebab Autisme, Ini Kata Dokter Ida Wilona
"Ada juga yang menganggap imunisasi HPV seolah-olah melegalkan (pergaulan bebas) karena penyebarannya melalui hubungan badan," kata Nurmawati.
Komentar-komentar negatif itu, ucapnya, menimbulkan keragu-raguan hingga penolakan terhadap imunisasi HPV.
"Padahal ini murni perlindungan. HPV pada perempuan menyebabkan kanker serviks, pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung di Indonesia," ujarnya.
Lagipula, ucapnya, HPV tak hanya menular melalui hubungan badan, tapi juga melalui sentuhan pada barang-barang yang digunakan bersama.
Perluas Sasaran
Hingga tahun ini, sasaran imunisasi HPV hanya anak perempuan supaya tidak terkena kanker serviks.
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel ganas di mulut rahim.
Menurut dr Nurmawati, kanker serviks termasuk kanker yang "ramah" karena proses ke stadium lanjut membutuhkan waktu yang lama.
"Kalau bisa dideteksi sedini mungkin, kematian bisa dicegah," katanya.
Faktanya, ucap sang dokter, kebanyakan perempuan memeriksakan diri ketika kanker serviks sudah di stadiun 3 dan 4.
Padahal, harapan hidup penderita sangat rendah karena kanker serviks sudah di level tersebut.
Sejauh ini, ucapnya, belum ada cacatan pasti mengenai angka kematian akibat kanker serviks di Papua Barat, termasuk Kabupaten Manokwari.
"Kami berjanji menyediakan data tersebut karena perlu untuk evaluasi program kesehatan di Papua Barat," ujarnya.
Pada 2026, sasaran vaksinasi diperluas menjadi anak perempuan dan laki-laki.
"Selain untuk melindungi diri sendiri, imunisasi HPV juga untuk melindungi pasangan (kelak)," kata dr Nurmawati.
HPV juga menyerang laki-laki hingga menimbulkan penyakit di area jenital.
Baca juga: Capaian Imunisasi Nasional Belum Tembus 80 Persen, Hoaks jadi Penghambat Utama
Rugi Kalau Tolak
Menurut dr Nurmawati, sebuah kerugian jika menolak imunisasi HPV karena karena demi kesehatan anak dan mencegah kematian akibat kanker serviks.
Sebelum menjadi program pemerintah, perempuan yang ingin vaksinasi HPV, harus membayar sekira Rp 1,5 juta.
Kini, ucapnya, imunisasi HPV masuk program pemerintah sehingga menjadi gratis bagi penerima.
"Pemerintah sudah membayar biaya yang sangat besar untuk imunisasi HPV ini. Kami harapkan partisipasi masyarakat," kata Nurmawati.
Ia menyebut, kanker serviks punya hanya pembunuh nomor dua di Tanah Air, tapi juga satu dua penyakit yang paling menguras anggaran BPJS.
Khusus di Papua Barat, ucapnya, belum ada rumah sakit yang mampu untuk mengobati kanker serviks stadium lanjut.
"Ada kemotrapi untuk penderita kanker serviks (stadium lanjut). Itu belum ada di Papua Barat," ujarnya.
Baca juga: Gerakan Berlian, Cara Pemkab Manokwari Pastikan Setiap Anak Dapat Imunisasi Lengkap
Dampaknya, penderita kanker serviks stadium lanjut, terpaksa harus berobat ke luar Papua Barat.
"Kalau melihat betapa sulitnya dan mahalnya pengobatan kanker serviks, kami sedih kalau ada yang menolak imunisasi HPV," katanya.
Lantaran itu, ucapnya, Dinas Kesehatan Papua Barat terus mengkampanyekan imunisasi HIV, termasuk lewat program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Untuk merealisasikan program ini, Dinas Kesehatan Papua Barat berkolaborasi dengan UNICEF dan sekolah-sekolah dasar (SD).
"BIAS kami lakukan dengan sekolah dan puskesmas. Kami minta agar sekolah dan puskesmas umumkan dulu jadwalnya ke masyarakat," ujar Nurmawati.
Dinkes menargetkan 95 persen dari jumlah sasaran terimunisasi dalam setiap kunjungan ke sekolah atau puskesmas program BIAS.
Nurmawati mengakui realisasi program ini pun tidak mulus karena masih ada orang tua tak mau membawa anaknya untuk menerima imunisasi.
imunisasi HPV
Dinas Kesehatan Papua Barat
kanker serviks
Nurmawati
Unicef
Program Berlian
Program BIAS
Papua Barat
| Hari Kedua Ops Zebra Mansinam 2025, Satlantas Manokwari Tilang 20 Pemotor Tanpa Helm |
|
|---|
| Menteri ESDM Umumkan Proyek Oleoresins Pala Fakfak Rp1,8 Triliun Dimulai 2026 |
|
|---|
| Prakiraan Cuaca Papua Barat Besok 19 November 2025: Awas, Hujan di Manokwari |
|
|---|
| Disiplin Berlalu Lintas Dimulai dari Polisi, Polres Bintuni Periksa Kendaraan Anggota |
|
|---|
| Bupati Hasan Apresiasi Tim Taekwondo Kaimana Raih Juara Umum Bupati Fakfak Cup 2025 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/papuabarat/foto/bank/originals/Nurmawati-dalam-Podcast-Kitorang-Bicara-di-studio-Tribunpapuabaratcom.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.